Seminar Nasional Sains Antariksa, Lapan, Serpong, 2010.
Knowledge Discovery from Data Using Neuro-Fuzzy Model.
Case Study : Extreme Weather/Climate and Extreme Space Weather/Climate
The Houw Liong
The core of science is to obtain reliable knowledge discoveries i.e to obtain conceptual model, empirical model, physical model, rules, law of causality, and theory from experimental or observe data and to test the prediction based on the knowledge with the experimental/observe data. In informatics, the method is known as Knowledge Discovery from Data (KDD) or Data Mining which is supported by statistics (clustering, regression, correlations, Principal Component Analysis, etc.) and Artificial Intelligence ( ANN, Fuzzy Logics, Neuro-Fuzzy, Support Vector Machine, etc.)
Case Study is in the fields of weather/climate and space weather / climate to predict short term , mid term and long term prediction of extreme weather /climate especially to predict extreme weather /climate to anticipate the possibility of extreme rainfall in Indonesia and the coming of strong Coronal Mass Ejection at the end of 2012 or the beginning of 2013 which could disrupt communication and navigation systems.
Indonesia harus mampu mengembangkan sains dan teknologi yang ramah lingkungan sesuai dengan perkembangannya di tanah air, tanpa teknologi yang boros sumber alam dan energi.
Hal yang penting juga ialah memahami dan menghayati filsafat sains untuk bisa menyatakan kebenaran ilmiah dan bisa membedakannya dengan "kebenaran" yang diperoleh dengan cara lain.
The Houw Liong
http://LinkedIn.com/in/houwliong
10 November 2010
05 November 2010
Pengaruh Flare dan CME yang Kuat pada tahun 2012 atau 2013 ?
Pengaruh Flare dan CME yang Kuat pada tahun 2012 atau 2013 ?
The Houw Liong
Pada puncak aktivitas matahari Smax(sunspot maximum) kemungkinannya lebih besar untuk terjadinya flare dan CME (coronal mass ejection) yang kuat. Jika semburan plasma ini mengarah ke Bumi maka berkas partikel bermuatannya bisa merusak sistem instrumentasi yang ada pada satelit komunikasi dan navigasi (GPS) dan untuk daerah jauh dari khatulistiwa , arus induksi yang ditimbulkannya dapat merusak jaringan listrik/ transformator tegangan tinggi seperti yang terjadi di Kanada pada tahun 1859 yang disebut effek Carrington.
Kehidupan modern sangat bergantung pada sistem navigasi dan komunikasi yang menggunakan satelit, sehingga jika semburan plasma yang kuat mengarah ke Bumi maka bencana yang ditimbulkan akan sangat besar.
Hal tsb. dikemukakan oleh Dr. Richard Fisher dari Nasa :
“We know it is coming but we don’t know how bad it is going to be,” Dr Richard Fisher, the director of Nasa's Heliophysics division, said in an interview with The Daily Telegraph.
“It will disrupt communication devices such as satellites and car navigations, air travel, the banking system, our computers, everything that is electronic. It will cause major problems for the world.
“Large areas will be without electricity power and to repair that damage will be hard as that takes time.”
Dr Fisher added: “Systems will just not work. The flares change the magnetic field on the earth that is rapid and like a lightning bolt. That is the solar affect.”
Every 22 years the Sun’s magnetic energy cycle peaks while the number of sun spots – or flares – hits a maximum level every 11 years.
A “space weather” conference in Washington DC last week (May 21, 2010), attended by Nasa scientists, policy-makers, researchers and government officials, was told of similar warnings.
Ada posibilitas terjadinya CME yang kuat dan mengarah ke Bumi sekitar puncak aktivitas matahari 2012 atau 2013, namun untuk memprediksi probabilitasnya masih diperlukan pengembangan model magnetohidrodinamika dalam matahari serta magnetosfer yang sampai sekarang belum bisa memprediksi cuaca/iklim ekstrim antariksa . Sistem plasma dalam matahari merupakan sistem khaotik (chaotic), sehingga sulit diprediksi, karena penyimpangan sedikit saja dalam kondisi awal akan menimbulkan kesalahahan besar dalam prediksinya (akurasinya sangat rendah).
Cara lain ialah mengembangkan pengamatan dan metoda data mining untuk mengidentifikasi pola yang terjadi pada matahari sehingga dapat menentukan besar CME serta arah. Demikian juga pola medan interplaneter , khususnya dalam wilayah Matahari-Bumi. Untuk prediksi jangka menengah diperlukan prediksi puncak aktivitas matahari serta terjadinya CME yang mengarah ke Bumi.
Lapan, Bandung sedang mengembangkan prediksi jangka pendek yang diharapkan bisa memprediksi beberapa hari sebelum efek CME sampai ke Bumi.
Juga diperlukan pemikiran dan perencanaan untuk mengurangi efek negatif jika bencana ini terjadi, khususnya bagi institusi/lembaga/ perusahaan yang terkait erat dengan komunikasi dan navigasi.
The Houw Liong
Pada puncak aktivitas matahari Smax(sunspot maximum) kemungkinannya lebih besar untuk terjadinya flare dan CME (coronal mass ejection) yang kuat. Jika semburan plasma ini mengarah ke Bumi maka berkas partikel bermuatannya bisa merusak sistem instrumentasi yang ada pada satelit komunikasi dan navigasi (GPS) dan untuk daerah jauh dari khatulistiwa , arus induksi yang ditimbulkannya dapat merusak jaringan listrik/ transformator tegangan tinggi seperti yang terjadi di Kanada pada tahun 1859 yang disebut effek Carrington.
Kehidupan modern sangat bergantung pada sistem navigasi dan komunikasi yang menggunakan satelit, sehingga jika semburan plasma yang kuat mengarah ke Bumi maka bencana yang ditimbulkan akan sangat besar.
Hal tsb. dikemukakan oleh Dr. Richard Fisher dari Nasa :
“We know it is coming but we don’t know how bad it is going to be,” Dr Richard Fisher, the director of Nasa's Heliophysics division, said in an interview with The Daily Telegraph.
“It will disrupt communication devices such as satellites and car navigations, air travel, the banking system, our computers, everything that is electronic. It will cause major problems for the world.
“Large areas will be without electricity power and to repair that damage will be hard as that takes time.”
Dr Fisher added: “Systems will just not work. The flares change the magnetic field on the earth that is rapid and like a lightning bolt. That is the solar affect.”
Every 22 years the Sun’s magnetic energy cycle peaks while the number of sun spots – or flares – hits a maximum level every 11 years.
A “space weather” conference in Washington DC last week (May 21, 2010), attended by Nasa scientists, policy-makers, researchers and government officials, was told of similar warnings.
Ada posibilitas terjadinya CME yang kuat dan mengarah ke Bumi sekitar puncak aktivitas matahari 2012 atau 2013, namun untuk memprediksi probabilitasnya masih diperlukan pengembangan model magnetohidrodinamika dalam matahari serta magnetosfer yang sampai sekarang belum bisa memprediksi cuaca/iklim ekstrim antariksa . Sistem plasma dalam matahari merupakan sistem khaotik (chaotic), sehingga sulit diprediksi, karena penyimpangan sedikit saja dalam kondisi awal akan menimbulkan kesalahahan besar dalam prediksinya (akurasinya sangat rendah).
Cara lain ialah mengembangkan pengamatan dan metoda data mining untuk mengidentifikasi pola yang terjadi pada matahari sehingga dapat menentukan besar CME serta arah. Demikian juga pola medan interplaneter , khususnya dalam wilayah Matahari-Bumi. Untuk prediksi jangka menengah diperlukan prediksi puncak aktivitas matahari serta terjadinya CME yang mengarah ke Bumi.
Lapan, Bandung sedang mengembangkan prediksi jangka pendek yang diharapkan bisa memprediksi beberapa hari sebelum efek CME sampai ke Bumi.
Juga diperlukan pemikiran dan perencanaan untuk mengurangi efek negatif jika bencana ini terjadi, khususnya bagi institusi/lembaga/ perusahaan yang terkait erat dengan komunikasi dan navigasi.
22 October 2010
DAILY CROSS CORRELATION MODELING OF IONOSPHERIC VARIATION OVER INDONESIA
DAILY CROSS CORRELATION MODELING OF IONOSPHERIC VARIATION OVER INDONESIA FROM GPS DATA
Math and Sciences Open Conference Systems
Creator Buldan Muslim; Space Science Application Center of Indonesian National Institute
Description BULDAN MUSLIM 1,2), Hasanuddin Z.A. 3) , The Houw Liong 2), Wedyanto Kuntjoro 3) and Asnawi 1) 1)Ionosphere and Telecommunication Division Space Science Application Center of Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN) Jl. Dr. Junjunan 133 Bandung 40173 buldanms@yahoo.com 3)Program Study of Geodetic and Geomatics Faculty of Civil Engineering and Environments Bandung Institute of Technology Jl. Ganesha 10 Bandung 2)Program Study of Physics Faculty of Natural Science and Mathematics Bandung Institute of Technology Jl. Ganesha 10 Bandung
Abstract
Daily cross correlation modeling of vertical total electron content deviation from monthly mean derived from GPS data in Indonesian sector have been used to study global and local ionospheric disturbances. High cross correlation coefficients indicate that ionospheric variability is occurred at global scale. In contrast the low correlation coefficients indicate the local phenomena give significant contribution to ionospheric variability. The daily cross correlation model over Indonesia have been examined in it's application to detect global ionospheric disturbances as sudden ionospheric disturbance and ionospheric storm, and local of ionospheric disturbance as ionospheric precursors of earthquake, influence of volcanic activity to ionosphere and ionospheric irregularity induced by large thunderstorm.
Keywords : Total electron content, ionosphere variations, cross-correlation,model, local phenomena.
Publisher International Conference on Mathematics and Natural Sciences
Date 2007-10-12
Type Peer-reviewed Paper
Math and Sciences Open Conference Systems
Creator Buldan Muslim; Space Science Application Center of Indonesian National Institute
Description BULDAN MUSLIM 1,2), Hasanuddin Z.A. 3) , The Houw Liong 2), Wedyanto Kuntjoro 3) and Asnawi 1) 1)Ionosphere and Telecommunication Division Space Science Application Center of Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN) Jl. Dr. Junjunan 133 Bandung 40173 buldanms@yahoo.com 3)Program Study of Geodetic and Geomatics Faculty of Civil Engineering and Environments Bandung Institute of Technology Jl. Ganesha 10 Bandung 2)Program Study of Physics Faculty of Natural Science and Mathematics Bandung Institute of Technology Jl. Ganesha 10 Bandung
Abstract
Daily cross correlation modeling of vertical total electron content deviation from monthly mean derived from GPS data in Indonesian sector have been used to study global and local ionospheric disturbances. High cross correlation coefficients indicate that ionospheric variability is occurred at global scale. In contrast the low correlation coefficients indicate the local phenomena give significant contribution to ionospheric variability. The daily cross correlation model over Indonesia have been examined in it's application to detect global ionospheric disturbances as sudden ionospheric disturbance and ionospheric storm, and local of ionospheric disturbance as ionospheric precursors of earthquake, influence of volcanic activity to ionosphere and ionospheric irregularity induced by large thunderstorm.
Keywords : Total electron content, ionosphere variations, cross-correlation,model, local phenomena.
Publisher International Conference on Mathematics and Natural Sciences
Date 2007-10-12
Type Peer-reviewed Paper
Recursive/Iterative Structure of Multiple Input Fuzzy Controllers
Recursive/Iterative Structure of Multiple Input Fuzzy Controllers with
Unequally Spaced Triangular Membership Functions
MOHAMMAD ROHMANUDDIN1, HOUW-LIONG THE2, ADANG S. AHMAD3,
YUL Y. NAZARUDDIN4
1) Department of Engineering Physics, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
2) Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
3) Department of Electrical Engineering, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
4) Department of Engineering Physics, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
Abstract: - In conventional rule based fuzzy control systems, the rules have the form of "IF THEN ." The number of rules increases exponentially as the number of system variables, upon which the fuzzy rules are based, is increased. Some papers showed that, by structuring the rules in a hierarchical way, the total numbers of rules was a linear function of the system variables. In this paper, it is shown that multiple input fuzzy controller of certain class can be represented by recursive/iterative structure of single input fuzzy controllers, upon which each input is applied. As another major result, if there are m input variables, with each universe of discourse divided into (2n+1) fuzzy sets, then the total number of parameters to be determined can be reduced to (m+n). The use of shrinking-span membership functions reduced the total number of parameters to (m+2).
Key-Words: - fuzzy controller, single input, multiple input, multi-layer, unequally spaced membership functions, shrinking-span membership functions, recursive structure, iterative structure.
Unequally Spaced Triangular Membership Functions
MOHAMMAD ROHMANUDDIN1, HOUW-LIONG THE2, ADANG S. AHMAD3,
YUL Y. NAZARUDDIN4
1) Department of Engineering Physics, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
2) Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
3) Department of Electrical Engineering, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
4) Department of Engineering Physics, Institut Teknologi Bandung, Bandung, INDONESIA
Abstract: - In conventional rule based fuzzy control systems, the rules have the form of "IF
Key-Words: - fuzzy controller, single input, multiple input, multi-layer, unequally spaced membership functions, shrinking-span membership functions, recursive structure, iterative structure.
20 October 2010
Perkiraan Wujud Komputer Cerdas Masa Depan
Perkiraan Wujud Komputer Cerdas Masa Depan Melalui Penerapan Kecerdasan Buatan
The Houw Liong
Departemen Fisika, ITB
Abstrak
Perkembangan kecerdasan buatan atau inteligensi artifisial (IA) memberi arah bahwa supaya komputer masa depan yamg dijalankan dengan program IA mampu menirukan kemampuan otak manusia seperti menalar, mengenali pola, melakukan generalisasi, swatata (selforganized), memori asosiatf ,dll. Untuk mencapai tujuan itu ilmuwan meneliti cara kerja otak dan arsitektur otak manusia.
Berdasarkan hasil penelitian itu dibangun model matematik neuron serta susunan neuron (arsitekturnya) yang dapat melakukan fungsi pengenalan pola, generalisasi, memori asosiatif, swatata, dll. Fungsi otak itu dapat disimulasikan dan dikenal sebagai Jaringan Neural Artifisial (JNA) atau Jaringan Sel Saraf Tiruan (JST).
Selain itu dapat juga dibangun perangkat keras yang disebut neural chip yang menirukan fungsi neuron dan dapat disusun menjadi neural card yang dapat dipasang dalam komputer sehingga berlaku sebagai ko-prosesor untuk menangani masalah IA.
Proses penalaran dapat ditiru dengan membangun motor inferensi (search engine) serta basis kaidah atau kaidah samar yang dapat mencari solusi suatu permasalahan melalui penerapan kaidah dan proses pencarian solusi. Perkembangan selanjutnya menyatakan bahwa kaidah dapat dipetakan ke jaringan neural.
Perkembangan itu memungkinkan terbentuknya komputer yang berlandaskan jaringan neural. Untuk dapat menirukan otak manusia diperkirakan diperlukan jumlah neuron yang sangat banyak yaitu sekitar 10^11 dan jumlah sinapsis sekitar 10^15 sehingga teknologi mikroprosesor yang sekarang belum mampu melaksanakannya, diperkirakan kita harus beralih ke teknologi fotonik dan komputer optik untuk melaksanakannya.
Perkembangan lain yang menarik perhatian ilmuwan ialah berkembangnya komputer kuantum yang diperkirakan mempunyai kemampuan lebih besar dalam mensimulasikan proses alam dan dalam komputer kuantum. Logika samar yang biasa dipakai oleh manusia dapat diproses secara alamiah karena qubit (quantum bit) dapat disuperposisikan untuk merepresentasikan keadaan samar atau pernyataan samar.
Kata kunci: inteligensi artifisial, JNA, JSST, logika samar, neuron, fotonik, komputer optik, komputer kuantum, qubit
Abstract
The development of Artificial Intelligence shows that the future computer should be able to imitate the abilities of human brain such as to make logical inferences , pattern recognition, generalization, selforganize, associative memory, etc. To realize such abilities scientists are studying the mechanism and architecture of the brain.
Based on this knowledge they build mathematical model of neurons and their architectures, so that they are able to imitate pattern recognition, generalization, self organized, etc. The brain function can be simulated and it is known as Artificial Neural Networks (ANN).
Besides software, scientists can build neural chips and neural cards that can be plug on computers to function as coprocessors to solve problems that needs intelligent solutions.
Logical inferences can be imitated by building inference engine and knowledge based or fuzzy rules based. Further development indicates that these can be map into ANN.
The development makes it possible to build computers based on ANN. To imitate human brain it needs 10^11 neurodes (artificial neurons) and 10^15 synapses, and to realize it we needs to develop photonics and optical computers.
The other development is the development of quantum computers which have greater abilities to simulate natures. Fuzzy logic which is used by a human being can be processed naturally by quantum bits (qubits) which can be superposed to represent fuzzy states or fuzzy statements.
Key words : artificial intelligence, ANN, fuzzy logic, neuron, photonic, optical computer, quantum computer, qubit
The Houw Liong
Departemen Fisika, ITB
Abstrak
Perkembangan kecerdasan buatan atau inteligensi artifisial (IA) memberi arah bahwa supaya komputer masa depan yamg dijalankan dengan program IA mampu menirukan kemampuan otak manusia seperti menalar, mengenali pola, melakukan generalisasi, swatata (selforganized), memori asosiatf ,dll. Untuk mencapai tujuan itu ilmuwan meneliti cara kerja otak dan arsitektur otak manusia.
Berdasarkan hasil penelitian itu dibangun model matematik neuron serta susunan neuron (arsitekturnya) yang dapat melakukan fungsi pengenalan pola, generalisasi, memori asosiatif, swatata, dll. Fungsi otak itu dapat disimulasikan dan dikenal sebagai Jaringan Neural Artifisial (JNA) atau Jaringan Sel Saraf Tiruan (JST).
Selain itu dapat juga dibangun perangkat keras yang disebut neural chip yang menirukan fungsi neuron dan dapat disusun menjadi neural card yang dapat dipasang dalam komputer sehingga berlaku sebagai ko-prosesor untuk menangani masalah IA.
Proses penalaran dapat ditiru dengan membangun motor inferensi (search engine) serta basis kaidah atau kaidah samar yang dapat mencari solusi suatu permasalahan melalui penerapan kaidah dan proses pencarian solusi. Perkembangan selanjutnya menyatakan bahwa kaidah dapat dipetakan ke jaringan neural.
Perkembangan itu memungkinkan terbentuknya komputer yang berlandaskan jaringan neural. Untuk dapat menirukan otak manusia diperkirakan diperlukan jumlah neuron yang sangat banyak yaitu sekitar 10^11 dan jumlah sinapsis sekitar 10^15 sehingga teknologi mikroprosesor yang sekarang belum mampu melaksanakannya, diperkirakan kita harus beralih ke teknologi fotonik dan komputer optik untuk melaksanakannya.
Perkembangan lain yang menarik perhatian ilmuwan ialah berkembangnya komputer kuantum yang diperkirakan mempunyai kemampuan lebih besar dalam mensimulasikan proses alam dan dalam komputer kuantum. Logika samar yang biasa dipakai oleh manusia dapat diproses secara alamiah karena qubit (quantum bit) dapat disuperposisikan untuk merepresentasikan keadaan samar atau pernyataan samar.
Kata kunci: inteligensi artifisial, JNA, JSST, logika samar, neuron, fotonik, komputer optik, komputer kuantum, qubit
Abstract
The development of Artificial Intelligence shows that the future computer should be able to imitate the abilities of human brain such as to make logical inferences , pattern recognition, generalization, selforganize, associative memory, etc. To realize such abilities scientists are studying the mechanism and architecture of the brain.
Based on this knowledge they build mathematical model of neurons and their architectures, so that they are able to imitate pattern recognition, generalization, self organized, etc. The brain function can be simulated and it is known as Artificial Neural Networks (ANN).
Besides software, scientists can build neural chips and neural cards that can be plug on computers to function as coprocessors to solve problems that needs intelligent solutions.
Logical inferences can be imitated by building inference engine and knowledge based or fuzzy rules based. Further development indicates that these can be map into ANN.
The development makes it possible to build computers based on ANN. To imitate human brain it needs 10^11 neurodes (artificial neurons) and 10^15 synapses, and to realize it we needs to develop photonics and optical computers.
The other development is the development of quantum computers which have greater abilities to simulate natures. Fuzzy logic which is used by a human being can be processed naturally by quantum bits (qubits) which can be superposed to represent fuzzy states or fuzzy statements.
Key words : artificial intelligence, ANN, fuzzy logic, neuron, photonic, optical computer, quantum computer, qubit
18 October 2010
Kaitan antara Aktivitas Matahari dengan Iklim
Kaitan antara Aktivitas Matahari dengan Iklim
The Houw Liong
P.M Siregar
Penelitian kaitan antara aktivitas matahari dan sejumlah unsur iklim di bumi menunjukkan adanya korelasi yang kuat,misalnya kaitan antara panjang siklus sunspot dengan suhu permukaan dalam selang 130 tahun terakhir1),diperkuat penelitian lain untuk selang waktu 240 tahun2),dan perbandingan deret waktu global suhu muka laut terhadap data jangka panjang sunspot3). Data yang digunakan adalah siklus 11 tahunan bilangan sunspot Zurich dan berbagai unsur iklim,hasilnya menyimpulkan adanya keserupaan yang menyolok.
Tahun 1848 Rudolph Wolf menemukan metoda penaksiran aktivitas matahari dengan menghitung jumlah bintik individu and grup pada permukaan matahari. Wolf menghitung bilangan sunspot dengan menghitung 10 kali grup ditambah perhitungan total bintik individu. Wolf memperkenalkan adanya siklus bilangan sunspot dengan panjang 11.1 tahun yang diperoleh dari rekaman sejarah.
Gbr.1 Rata-rata tahunan bilangan sunspot tahun 1610-2000
Ada dua kantor yang mengeluarkan data bilanagan sunspot. Pertama adalah "Boulder Sunspot Number," oleh NOAA Space Environment Center menggunakan formula R=k (10g+s),dimana R adalah bilangan sunspot,g adalah bilangan sunspot grup pada piringan matahari,s adalah jumlah total bintik individu didalam semua grup,dan k adalah factor skala (k biasanya <1) yang diukur menggunakan telescope (binoculars, space telescopes, dll). Kedua adalah "International Sunspot Number," dipublikasikan oleh Sunspot Index Data Center di Belgia.
Sunspot didefenisikan sebagai bintik gelap pada permukaan matahari. Suhu pada pusat bintik gelap sunspot adalah turun menjadi sekitar 3700 K (dibandingkan dengan 5700 K sekeliling fotosfer). Sunspot merupakan daerah mangetik pada matahari dengan kekuatan 1000 kali dari medan magnet bumi.
Gbr.2 Sunspot
Minimnya ilmuan Indonesia dan asing yang tertarik tentang masalah kaitan sunspot terhadap iklim di wilayah Indonesia,sehingga pemahaman tentang kasus ini belum secara mendalam banyak terungkap. Berikut ini adalah usaha-usaha yang sudah dilakukan di Indonesia untuk mempelajari kaitan tersebut. Proses-proses cuaca musiman di wilayah Indonesia,intensitansnya cenderung dimodulasi oleh siklus jangka panjang yakni: siklus ENSO 4-6 tahunan ,dan pembangkit cuaca musiman dengan siklus 11-tahunan. Siklus cuaca jangka panjang ENSO,dan siklus sebelas tahunan atau harmoniknya belum diketahui mekanismenya. Karena siklus jangka panjang berdampak global,maka tersebut harus diketahui mekanismenya4,5). Penerapkan teknik filter fungsi orthogonal emperis (EOF) berhasil mengungkapkan pembangkit cuaca utama yang mendominasi dinamika atmosfer di Wilayah Indonesia. Berdasarkan pengamatan karakter frekuensi dan kekuatan sinyal spekralnya,hujan di wilayah Indonesia dapat digolongkan dua kategori. Pertama,siklus hujan monsun satu tahunan yang merupakan pembangkit hujan paling dominan. Kedua siklus hujan berfrekuensi tahunan meliputi: La Niña siklus 4-6 tahunan, dan osilasi hujan 11-tahunan , mungkin merupakan harmonik dari siklus TTO (Ten to Twelve Oscillation). Siklus 11-tahunan meskipun kuat sinyal dayanya,karena terletak di daerah spektral beresolusi rendah cenderung tidak stabil, sinyal melebar dalam batas 14,4-17,dan 9 tahunan6,7,8,9).
Suhu di stratosfer bawah dan ketebalan troposfer ternyata juga berosilasi dengan siklus 10-12 tahun disebut dengan istilah Ten to Twelve Oscillation (TTO)10). Untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya mekanisme modulasi bersiklus 10-11 tahun secara top-down oleh variabel bersiklus TTO(Ten to Twelve Oscillation) di stratosfer bawah. Korelasi antara tebal tropopaus dengan bilangan sunspot 10-11 tahunan mencapai sekitar 0.7 pada lintang rendah dan mengecil kearah kutub. Uji-t dilakukan untuk menguji apakah keterkaitan antara sunspot dengan tebal tropopaus ada,hasilnya dapat diterima. Kemudian dilakukan analisis spektral gangguan gelombang Kelvin dan Rossby-Gravity yang bekerja diatas tropopaus untuk mendukung model mekanisme. Karena mekanisme pembangkitan cuaca oleh sunspot ini masih belum dipahami,maka sebagai kandidat mekanisme iklim-sunspot, harus dibuktikan bahwa sirkulasi meridional ini diintensifikasi oleh kejadian sunspot maksimum.
Dalam penelitian lain mengkaji kemungkinan bahwa,jika variabilitas matahari diperhitungkan secara serius sebagai salah satu faktor dominan dalam perubahan iklim,terbuka peluang yang besar untuk memperkirakan sejumlah besar ciri utama iklim tanpa keharusan melibatkan superkomputer. Ciri-ciri Chaotic iklim tidak perlu menjadi rintangan dalam metoda predisksi semacam itu. Kebergantungan yang sensitif tehadap kondisi awal hanya berlaku dalam kasus proses-proses dalam sistem iklim. Pendapat lain menyatakan bahwa hanya sistem non-periodik yang memiliki prediktabilitas terbatas. Sistem-sistem eksternal yang periodik dan quasi-periodik dapat secara positif memasukkan ritmenya dalam sistem iklim. Ini berlaku dalam kasus perubahan periodik siang-malam dan siklus Milankovitch. Variasi luaran matahari bersifat periodik atau quasi-periodik,sehingga siklus 11-tahunan sunspot memenuhi syarat-syarat ini,tetapi tidak memainkam peranan utama dalam prediksi praktis. Yang terpenting adalah siklus matahari tanpa pengecualian terkait dengan osilasi matahari sekitar pusat massa tatasurya dan membentuk fraktal menjadi siklus-siklus dengan panjang yang berbeda-beda18).
Bukti yang memperkuat bahwa sistem iklim yang terus-menerus mengalami perubahan ini sangat dipengaruhi oleh dinamika sistem matahari-bumi yang distimulasi oleh gaya variabilitas luaran matahari,semakin terasa adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengintegrasikan efek variabilitas matahari dan dinamika sistem matahari-bumi ke dalam model atmosfer global. Perlu dilakukan perubahan penting terhadap detail konsep kesetimbangan energi yang diimplementasikan dalam pemodelan atmosfer global. Perubahan dimaksud adalah menjadikan konstanta matahari sebagai suatu variabel sehingga pemanasan global netto tidak lagi hanya bergantung pada suhu dan konsentrasi gas rumah kaca,tetapi juga pada variabilitas luaran matahari . Perbaikan perlu juga dilakukan terhadap representasi proses umpan balik dalam sistem iklim. Perubahan model iklim ini, secara menyeluruh menghendaki pengintegrasian pemahaman kuantitatif dan kualitatif tentang interaksi komponen mekanisme kopling yang telibat dalam proses perpindahan energi,massa,dan momentum dari suatu daerah ke daerah lainnya dalam sistem matahari-bumi.Perumusan skematik efek gaya eksternal matahari terhadap sistem iklim,menyimpulkan sistem iklim bumi digerakkan terutama oleh variabilitas matahari17,18).
Karakter sinyal spektral peristiwa hujan tahunan adalah akibat siklus monsun,siklus hujan berfrekuensi rendah yakni: La Niña siklus 4-6 tahunan,dan osilasi hujan siklus 11-tahunan. Siklus hujan jangka pendek memodulasi intensitas monsun,pita ITCZ, siklon tropis,dan osilasi Madden Julian 30-60 harian. Mekanisme pembangkit cuaca oleh sunspot harus diketahui, karena sinyal sunspot kuat terlihat pada data curah hujan di wilayah Indonesia akan bisa menjadi kunci pemahaman mekanisme kemunculan ENSO di daerah barat Pasifik termasuk kepulauan Indonesia timur, sehingga memberi keakuratan prakiraan cuaca local dan global yang memerlukan dukungan informasi mekanisme pembangkitan curah hujan di wilayah Indonesia 6).
PUSTAKA
1. Friis-Cristensen,E. and Lassen,.K.,(1991),Length of The Solar Cycle :an Indicator of Solar Activity Closely Associated with Climate,J.sience,254,698.
2. Baliunas,S. and W.Soon,(1996).The Sun-Climate Connection.Sky & Telescope, Dec.,38-41.
3. Reid.G.C,(1987),Nature Vol.329,hal.142.
4. Jamaluddin-T Z.A. and T.W.Hadi,(1994),Associated Sunspot Period in the Spectra of Java rainfall. Eight International Symposium on Solar Terrestrial Physics,Sendai,June 5-10,Japan
5. Jamaluddin-T.Z.A. dan Bayong Tj.H.K.,(1995),Analisa Pengaruh Fluktuasi Sunspot Maksimum Terhadap Curah Hujan Jangka Panjang di P.Jawa,Laporan Penelitian No.15900400495,SPP-DPP,ITB.
6. McBride,J., (1992),The Meteorology of Indonesia and The Maritime Continet. The Fourth International Symposium on Equatorial Atmosphere Observation over Indonesia,Nov,10-11,Jakarta.
7. Salby,M.L.,and D.J Sheaq,(1991),Correlation Between Solar Activity and the Atmosphere:An Unphysical Explanation.,J.Geophys.Res.,96,22,579-22,595.
8. Holton,J.R.,(1992),An Introduction to Dynamic Meteorology,third edition, Academic Press.
9. Johnson.R.A.,and D.W.Wichem,(1992),Applied Multivariat Statistical Analysis, third edition,Prectice Hall,New JerSey.
10. Labitzke,K.,and H.van Loon,(1988),Association between the 11-year Solar Cycle the QBO,and the Atmosphere. Part I: the Troposphere and Stratosphere in the Northern Hemisphere in eintwr.J.Atmos.Ter.Phys.,50,197.
11. Jamaluddin-T.Z.A.and Joko W.,(1996),Wave Disturbation Identification Around the Tropopause Heigh. The Sixth ICEAR Symposium,International Symposium on Equatorial Atmosphere Observation,March,10-12,Bandung.
12. Jamaluddin-T.Z.A.,(1998),Pembangkitan Ketidakstabilan Atmosfer Ekuatorial oleh Aktivitas Matahari Jangka Panjang. Simposium FMIPA-ITB,Jurnal Matematika & SAins In Press.
13. Jamaluddin-T.Z.A.,(1991),Identifikasi Pola-pola Cuaca Ortogonal Melalui Analisa Komponen Utama dan Spektral.TA,Jur.GM-ITB.
14. Cook,E.R. and Kairiukstis,L.A,(1990),Methods of Dendrocronology,Kluwer Academic Publisher,101 Philip Drive,Norwell,MA 02061 USA,or Po Box 17,3300 AA Dordrecht,The Netherlands.
15. Ratag,M.A.,(1999),Dampak Variabilitas Matahari terhadap Vegetasi:Cincin-cincin Kayu, Prosiding lokakarya program Iklim Nasional,126-132,Jakarta.
16. Ratag,M.A.,(1999),Fraktal Variabilitas Matahari dan Kaitannya dengan Dinamika Variabilitas iklim,Prosiding lokakarya program Iklim Nasional,133-144,Jakarta.
17. Ratag,M.A.,(1999),Dinamika Sistem Matahari-Bumi dan Perubahan Iklim Global, Prosiding lokakarya program Iklim Nasional,150-160,Jakarta.
18. Ratag,M.A.,(1994),Perubahan iklim global dan hubungan matahari-bumi, Proc.Media dirgantara LAPAN,101-115.
19. Xu,J.S., (1992),On the Relationship between the Stratospheric Quasi-Biennial Oscilation and Tropospheric Southern Oscilaton,J.Atmos.Sci.,49,725-734.
20. Gage,K.S,Reid,G.C,(1981),Solar Variability and the Secular Variation in the tropopaus. Geophys.Res.Lettter,8,187-190.
21. Hertz,J.,A.Krogh,and R.G.Palmer,(1991),Introduction to Theory of Neural Computation.Addision-Wesley.
22. Ross,T.J.,(1995),Fuzzy Logic with Engineering Application.Mc Graw Hill,New York.
The Houw Liong
P.M Siregar
Penelitian kaitan antara aktivitas matahari dan sejumlah unsur iklim di bumi menunjukkan adanya korelasi yang kuat,misalnya kaitan antara panjang siklus sunspot dengan suhu permukaan dalam selang 130 tahun terakhir1),diperkuat penelitian lain untuk selang waktu 240 tahun2),dan perbandingan deret waktu global suhu muka laut terhadap data jangka panjang sunspot3). Data yang digunakan adalah siklus 11 tahunan bilangan sunspot Zurich dan berbagai unsur iklim,hasilnya menyimpulkan adanya keserupaan yang menyolok.
Tahun 1848 Rudolph Wolf menemukan metoda penaksiran aktivitas matahari dengan menghitung jumlah bintik individu and grup pada permukaan matahari. Wolf menghitung bilangan sunspot dengan menghitung 10 kali grup ditambah perhitungan total bintik individu. Wolf memperkenalkan adanya siklus bilangan sunspot dengan panjang 11.1 tahun yang diperoleh dari rekaman sejarah.
Gbr.1 Rata-rata tahunan bilangan sunspot tahun 1610-2000
Ada dua kantor yang mengeluarkan data bilanagan sunspot. Pertama adalah "Boulder Sunspot Number," oleh NOAA Space Environment Center menggunakan formula R=k (10g+s),dimana R adalah bilangan sunspot,g adalah bilangan sunspot grup pada piringan matahari,s adalah jumlah total bintik individu didalam semua grup,dan k adalah factor skala (k biasanya <1) yang diukur menggunakan telescope (binoculars, space telescopes, dll). Kedua adalah "International Sunspot Number," dipublikasikan oleh Sunspot Index Data Center di Belgia.
Sunspot didefenisikan sebagai bintik gelap pada permukaan matahari. Suhu pada pusat bintik gelap sunspot adalah turun menjadi sekitar 3700 K (dibandingkan dengan 5700 K sekeliling fotosfer). Sunspot merupakan daerah mangetik pada matahari dengan kekuatan 1000 kali dari medan magnet bumi.
Gbr.2 Sunspot
Minimnya ilmuan Indonesia dan asing yang tertarik tentang masalah kaitan sunspot terhadap iklim di wilayah Indonesia,sehingga pemahaman tentang kasus ini belum secara mendalam banyak terungkap. Berikut ini adalah usaha-usaha yang sudah dilakukan di Indonesia untuk mempelajari kaitan tersebut. Proses-proses cuaca musiman di wilayah Indonesia,intensitansnya cenderung dimodulasi oleh siklus jangka panjang yakni: siklus ENSO 4-6 tahunan ,dan pembangkit cuaca musiman dengan siklus 11-tahunan. Siklus cuaca jangka panjang ENSO,dan siklus sebelas tahunan atau harmoniknya belum diketahui mekanismenya. Karena siklus jangka panjang berdampak global,maka tersebut harus diketahui mekanismenya4,5). Penerapkan teknik filter fungsi orthogonal emperis (EOF) berhasil mengungkapkan pembangkit cuaca utama yang mendominasi dinamika atmosfer di Wilayah Indonesia. Berdasarkan pengamatan karakter frekuensi dan kekuatan sinyal spekralnya,hujan di wilayah Indonesia dapat digolongkan dua kategori. Pertama,siklus hujan monsun satu tahunan yang merupakan pembangkit hujan paling dominan. Kedua siklus hujan berfrekuensi tahunan meliputi: La Niña siklus 4-6 tahunan, dan osilasi hujan 11-tahunan , mungkin merupakan harmonik dari siklus TTO (Ten to Twelve Oscillation). Siklus 11-tahunan meskipun kuat sinyal dayanya,karena terletak di daerah spektral beresolusi rendah cenderung tidak stabil, sinyal melebar dalam batas 14,4-17,dan 9 tahunan6,7,8,9).
Suhu di stratosfer bawah dan ketebalan troposfer ternyata juga berosilasi dengan siklus 10-12 tahun disebut dengan istilah Ten to Twelve Oscillation (TTO)10). Untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya mekanisme modulasi bersiklus 10-11 tahun secara top-down oleh variabel bersiklus TTO(Ten to Twelve Oscillation) di stratosfer bawah. Korelasi antara tebal tropopaus dengan bilangan sunspot 10-11 tahunan mencapai sekitar 0.7 pada lintang rendah dan mengecil kearah kutub. Uji-t dilakukan untuk menguji apakah keterkaitan antara sunspot dengan tebal tropopaus ada,hasilnya dapat diterima. Kemudian dilakukan analisis spektral gangguan gelombang Kelvin dan Rossby-Gravity yang bekerja diatas tropopaus untuk mendukung model mekanisme. Karena mekanisme pembangkitan cuaca oleh sunspot ini masih belum dipahami,maka sebagai kandidat mekanisme iklim-sunspot, harus dibuktikan bahwa sirkulasi meridional ini diintensifikasi oleh kejadian sunspot maksimum.
Dalam penelitian lain mengkaji kemungkinan bahwa,jika variabilitas matahari diperhitungkan secara serius sebagai salah satu faktor dominan dalam perubahan iklim,terbuka peluang yang besar untuk memperkirakan sejumlah besar ciri utama iklim tanpa keharusan melibatkan superkomputer. Ciri-ciri Chaotic iklim tidak perlu menjadi rintangan dalam metoda predisksi semacam itu. Kebergantungan yang sensitif tehadap kondisi awal hanya berlaku dalam kasus proses-proses dalam sistem iklim. Pendapat lain menyatakan bahwa hanya sistem non-periodik yang memiliki prediktabilitas terbatas. Sistem-sistem eksternal yang periodik dan quasi-periodik dapat secara positif memasukkan ritmenya dalam sistem iklim. Ini berlaku dalam kasus perubahan periodik siang-malam dan siklus Milankovitch. Variasi luaran matahari bersifat periodik atau quasi-periodik,sehingga siklus 11-tahunan sunspot memenuhi syarat-syarat ini,tetapi tidak memainkam peranan utama dalam prediksi praktis. Yang terpenting adalah siklus matahari tanpa pengecualian terkait dengan osilasi matahari sekitar pusat massa tatasurya dan membentuk fraktal menjadi siklus-siklus dengan panjang yang berbeda-beda18).
Bukti yang memperkuat bahwa sistem iklim yang terus-menerus mengalami perubahan ini sangat dipengaruhi oleh dinamika sistem matahari-bumi yang distimulasi oleh gaya variabilitas luaran matahari,semakin terasa adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengintegrasikan efek variabilitas matahari dan dinamika sistem matahari-bumi ke dalam model atmosfer global. Perlu dilakukan perubahan penting terhadap detail konsep kesetimbangan energi yang diimplementasikan dalam pemodelan atmosfer global. Perubahan dimaksud adalah menjadikan konstanta matahari sebagai suatu variabel sehingga pemanasan global netto tidak lagi hanya bergantung pada suhu dan konsentrasi gas rumah kaca,tetapi juga pada variabilitas luaran matahari . Perbaikan perlu juga dilakukan terhadap representasi proses umpan balik dalam sistem iklim. Perubahan model iklim ini, secara menyeluruh menghendaki pengintegrasian pemahaman kuantitatif dan kualitatif tentang interaksi komponen mekanisme kopling yang telibat dalam proses perpindahan energi,massa,dan momentum dari suatu daerah ke daerah lainnya dalam sistem matahari-bumi.Perumusan skematik efek gaya eksternal matahari terhadap sistem iklim,menyimpulkan sistem iklim bumi digerakkan terutama oleh variabilitas matahari17,18).
Karakter sinyal spektral peristiwa hujan tahunan adalah akibat siklus monsun,siklus hujan berfrekuensi rendah yakni: La Niña siklus 4-6 tahunan,dan osilasi hujan siklus 11-tahunan. Siklus hujan jangka pendek memodulasi intensitas monsun,pita ITCZ, siklon tropis,dan osilasi Madden Julian 30-60 harian. Mekanisme pembangkit cuaca oleh sunspot harus diketahui, karena sinyal sunspot kuat terlihat pada data curah hujan di wilayah Indonesia akan bisa menjadi kunci pemahaman mekanisme kemunculan ENSO di daerah barat Pasifik termasuk kepulauan Indonesia timur, sehingga memberi keakuratan prakiraan cuaca local dan global yang memerlukan dukungan informasi mekanisme pembangkitan curah hujan di wilayah Indonesia 6).
PUSTAKA
1. Friis-Cristensen,E. and Lassen,.K.,(1991),Length of The Solar Cycle :an Indicator of Solar Activity Closely Associated with Climate,J.sience,254,698.
2. Baliunas,S. and W.Soon,(1996).The Sun-Climate Connection.Sky & Telescope, Dec.,38-41.
3. Reid.G.C,(1987),Nature Vol.329,hal.142.
4. Jamaluddin-T Z.A. and T.W.Hadi,(1994),Associated Sunspot Period in the Spectra of Java rainfall. Eight International Symposium on Solar Terrestrial Physics,Sendai,June 5-10,Japan
5. Jamaluddin-T.Z.A. dan Bayong Tj.H.K.,(1995),Analisa Pengaruh Fluktuasi Sunspot Maksimum Terhadap Curah Hujan Jangka Panjang di P.Jawa,Laporan Penelitian No.15900400495,SPP-DPP,ITB.
6. McBride,J., (1992),The Meteorology of Indonesia and The Maritime Continet. The Fourth International Symposium on Equatorial Atmosphere Observation over Indonesia,Nov,10-11,Jakarta.
7. Salby,M.L.,and D.J Sheaq,(1991),Correlation Between Solar Activity and the Atmosphere:An Unphysical Explanation.,J.Geophys.Res.,96,22,579-22,595.
8. Holton,J.R.,(1992),An Introduction to Dynamic Meteorology,third edition, Academic Press.
9. Johnson.R.A.,and D.W.Wichem,(1992),Applied Multivariat Statistical Analysis, third edition,Prectice Hall,New JerSey.
10. Labitzke,K.,and H.van Loon,(1988),Association between the 11-year Solar Cycle the QBO,and the Atmosphere. Part I: the Troposphere and Stratosphere in the Northern Hemisphere in eintwr.J.Atmos.Ter.Phys.,50,197.
11. Jamaluddin-T.Z.A.and Joko W.,(1996),Wave Disturbation Identification Around the Tropopause Heigh. The Sixth ICEAR Symposium,International Symposium on Equatorial Atmosphere Observation,March,10-12,Bandung.
12. Jamaluddin-T.Z.A.,(1998),Pembangkitan Ketidakstabilan Atmosfer Ekuatorial oleh Aktivitas Matahari Jangka Panjang. Simposium FMIPA-ITB,Jurnal Matematika & SAins In Press.
13. Jamaluddin-T.Z.A.,(1991),Identifikasi Pola-pola Cuaca Ortogonal Melalui Analisa Komponen Utama dan Spektral.TA,Jur.GM-ITB.
14. Cook,E.R. and Kairiukstis,L.A,(1990),Methods of Dendrocronology,Kluwer Academic Publisher,101 Philip Drive,Norwell,MA 02061 USA,or Po Box 17,3300 AA Dordrecht,The Netherlands.
15. Ratag,M.A.,(1999),Dampak Variabilitas Matahari terhadap Vegetasi:Cincin-cincin Kayu, Prosiding lokakarya program Iklim Nasional,126-132,Jakarta.
16. Ratag,M.A.,(1999),Fraktal Variabilitas Matahari dan Kaitannya dengan Dinamika Variabilitas iklim,Prosiding lokakarya program Iklim Nasional,133-144,Jakarta.
17. Ratag,M.A.,(1999),Dinamika Sistem Matahari-Bumi dan Perubahan Iklim Global, Prosiding lokakarya program Iklim Nasional,150-160,Jakarta.
18. Ratag,M.A.,(1994),Perubahan iklim global dan hubungan matahari-bumi, Proc.Media dirgantara LAPAN,101-115.
19. Xu,J.S., (1992),On the Relationship between the Stratospheric Quasi-Biennial Oscilation and Tropospheric Southern Oscilaton,J.Atmos.Sci.,49,725-734.
20. Gage,K.S,Reid,G.C,(1981),Solar Variability and the Secular Variation in the tropopaus. Geophys.Res.Lettter,8,187-190.
21. Hertz,J.,A.Krogh,and R.G.Palmer,(1991),Introduction to Theory of Neural Computation.Addision-Wesley.
22. Ross,T.J.,(1995),Fuzzy Logic with Engineering Application.Mc Graw Hill,New York.
30 September 2010
Pendahuluan Prolog
PROLOG
Ken Ratri
The Houw Liong
Pendahuluan
Prolog merupakan sebuah bahasa pemrograman logika tingkat tinggi (Programming in logic), sangat cocok untuk pencocokan pola (pattern matching) menggunakan unifikasi dan pencarian. Baik untuk pengolahan bahasa, sistem pakar berbasis aturan, perencanaan, dan aplikasi-aplikasi kecerdasan buatan seperti
Basis data inteligen (Intelligent database)
Pemahaman Bahasa alami (Natural language understanding)
Sistem Pakar (Expert systems)
Pengkhususan bahasa (Specification language)
Bahasa Mesin (Machine language)
Perencanaan Robot (Robot planning)
Penalaran automatis (Automated reasoning)
Pemecahan masalah (Problem solving)
Permainan (Game)
dan lain-lain
Menggunakan metode pencarian mendalam dahulu (depth-first search) dan mundur (backtracking) untuk melakukan pencarian solusi secara otomatis.
Tiga konsep penting dalam prolog:
Unifikasi
Mundur (Backtracking)
Rekursi (Recursion)
Terdapat tiga konstruksi dasar dalam prolog: fakta-fakta, kaidah (rules), dan pertanyaan (queries). Fakta dalam prolog dapat berupa item tertentu atau relasi antar item. Sebagai contoh hujan, mendung, manis dan lain-lain. Kita dapat menanyakan sebuah pertanyaan (query) pada prolog: ?-hujan maka prolog akan menjawab “yes”.
Fakta yang lebih lenglap terdiri dari suatu relasi pada item yang disebut argument. Suatu fakta yang menjelaskan relasi antar objek:
sayang(edy,mia)
memiliki(michael,rumah,mobil,tv).
Sintaks pada fakta :
Nama pada relasi dan objek harus dalam bentuk atom,
Relasi dituliskan sebelum objek-objek,
Tanda titik (.) harus dituliskan diakhir sebuah fakta.
Dari fakta yang ada maka kita dapat menanyakan suatu pertanyaan pada prolog. Dalam menjawab suatu pertanyaan Prolog menggunakan prosedur berikut ini.
Prolog melakukan pencarian pada basis pengetahuan.
Prolog mencari fakta yang sesuai/cocok antara fakta dan pertanyaan.
jika cocok atau ditemukan, maka prolog akan menjawab “ya (yes)” dan jika tidak akan menjawab “tidak (no)”.
Dua buah fakta akan cocok jika predikatnya sama dan argumen yang sesuai sama.
Sebuah variabel akan terinstansiasi jika ada suatu objek yang berada pada posisi dimana variabel berada. Proses pencocokan antara argumen dan variabel disebut unifikasi.
Jika sesuatu tergantung dari sekelompok fakta maka kita dapat mengekspresikan sebagai “kaidah (rules)”. Di dalam prolog rules memiliki sintaks:
Sasaran(argumen_sasaran):- subsasaran1(argumen_subsasaran_1), subsasaran2(argumen_subsasaran_2), ……………… subsasarann(argumen_subsasaran_n).
Koleksi dari fakta-fakta dan rules disebut sebagai basis pengetahuan. Berikut ini lima bentuk basis pengetahuan:
Basis Pengetahuan 1
Dibawah ini merupakan sekumpulan fakta yang sederhana.
wanita(mia).
wanita(jody).
wanita(yolanda).
Bermain_gitar(jody).
Basis Pengetahuan 2
mendengarkan_musik(mia).
gembira(yolanda).
bermain_gitar(mia):-mendengarkan_musik(mia).
bermain_gitar(yolanda):-mendengarkan_musik(yolanda).
mendengarkan_musik(yolanda):-gembira(yolanda).
Contoh di atas kaidah (rule) pertama menyatakan bahwa mia Bermain_gitar bila ia mendengarkan_musik, dan pada kaidah terakhir mengatakan bahwa yolanda mendengarkan_musik bila ia bahagia.
Tanda :- dibaca jika atau merupakan “implikasi dari “. Pada sebelah kiri dari tanda :- disebut kepala (head) dari kaidah (rule) dan pada sisi sebelah kanan dari tanda :- disebut tubuh (body) sehingga secara umum kaidah (rule) mengatakan bahwa bila tubuh (body) benar maka kepala (head) benar.
Bila suatu basis pengetahuan berisi sebuah rule head:-body dan prolog mengetahui bahwa body berada dalam basis pengetahuan maka prolog dapat melakukan inferensi pada head atau dikenal dengan istilah modus ponen.
Kita dapat melakukan pertanyaan pada prolog untuk contoh di atas :
?-bermain_gitar(mia).
Prolog akan merespon “yes”, meskipun fakta bermain_gitar(mia) tidak secara eksplisit tertulis namum terdapat kaidah bermain_gitar(mia):-mendengarkan_musik(mia). Di samping itu berisi fakta mendengarkan_musik(mia). Prolog dapat menggunakan modus ponen untuk melakukan deduksi pada bermain_gitar(mia) tersebut.
Berikut ini contoh yang menunjukkan bahwa prolog dapat melakukan deduksi secara berantai dengan menggunakan modus ponen.
?-bermain_gitar(yolanda).
Prolog akan menjawab “yes”, karena dengan menggunakan fakta gembira(yolanda). Prolog dapat melakukan deduksi fakta baru mendengarkan_musik(yolanda). Fakta baru ini secara eksplisit tidak tertulis dalam basis pengetahuan. Fakta ini hanya secara implisit di dalam basis pengetahuan yang terinferensi. Prolog dapat melakukan hal tersebut sesuai fakta yang tertulis secara eksplisit yaitu bersama-sama rule:
bermain_gitar(yolanda):-mendengarkan_musik(yolanda).
Suatu fakta yang dihasilkan oleh pemanfaatan modus ponen dapat digunakan sebagai input pada rule selanjutnya. Fakta-fakta dan rule yang berada dalam basis pengetahuan di sebut klausa. Dalam contoh di atas berisi lima buah klausa yang masing-masing adalah tiga buah rule dan dua buah fakta. Dengan kata lain basis pengetahuan 2 terdiri dari tiga buah predikat atau disebut juga functor.
mendengarkan_musik
bermain_gitar
gembira
predikat gembira dinyatakan menggunakan klausa tunggal atau sebuah fakta, sedangkan predikat mendengarkan_musik dan bermain_gitar dinyatakan menggunakan dua buah klausa.
Basis Pengetahuan 3
gembira(ani).
mendengarkan_musik(devi).
bermain_gitar(ani):-mendengarkan_musik(ani),gembira(ani).
bermain_gitar(devi):- gembira(devi).
bermain_gitar(devi):-mendengarkan_musik(devi).
Terdapat dua buah fakta baru pada contoh di atas yaitu gembira(ani) dan mendengarkan_musik(devi), tiga buah rule dan memiliki tiga buah predikat yaitu gembira, mendengarkan_musik, dan bermain_gitar tetapi dengan susunan yang berbeda. Pada rule yang menyatakan predikat bermain_gitar memperkenalkan suatu ide baru, perhatikan rule :
bermain_gitar(ani):-mendengarkan_musik(ani),gembira(ani).
Memiliki dua buah item dalam body atau dua buah goal. Tanda koma yang memisahkan antara goal mendengarkan_musik(ani) dengan gembira(ani) dalam rule body merupakan logika konjungsi (logika AND) yang diekspresikan dalam prolog, sehingga rule ini mengatakan : ani bermain_gitar bila ia mendengarkan_musik dan gembira.
Bila kita tanyakan pada prolog :
?-bermain_gitar(ani).
Prolog akan menjawab “no” karena meskipun ada fakta gembira(ani) tetapi tidak secara eksplisit berisi informasi mendengarkan_musik(ani) dan fakta ini tidak dapat dideduksi lagi. Dalam basis pengetahuan 3 hanya dapat memberikan salah satu dari dua kondisi yang diperlukan untuk memenuhi klausa bermain_gitar(ani) dengan demikian query ini gagal.
Berikut ini adalah basis pengetahuan 3 dengan dua buah rule yang memiliki head yang sama.
bermain_gitar(devi):- gembira(devi).
bermain_gitar(devi):-mendengarkan_musik(devi).
Klausa tersebut menyatakan bahwa devi bermain gitar bila dia mendengarkan musik atau dia gembira yaitu rule dengan head yang sama merupakan suatu cara untuk mengekspresikan logika disjungsi ( logika OR).
Bila kita tanyakan pada prolog :
?-bermain_gitar(devi).
Prolog akan menjawab “yes” dengan menggunakan modus ponen untuk menerapkan rule : bermain_gitar(devi):-mendengarkan_musik(devi) untuk memenuhi query tersebut.
Cara lain untuk mengekspresikan logika disjungsi dengan menggunakan rule tunggal:
bermain_gitar(devi):- gembira(devi);mendengarkan_musik(devi).
Tanda semi colon (;) merupakan symbol prolog untuk logika OR.
Basis Pengetahuan 4
wanita(mia).
wanita(jodi).
wanita(anggi).
sayang(dany,mia).
sayang(marsel,mia).
sayang(kristy,devi).
sayang(devi,kristy).
Dalam contoh di atas tidak melibatkan rule sama sekali, hanya sekumpulan fakta-fakta. Terdapat relasi(predikat) yang bernama “sayang” yang memiliki dua buah argumen. Kita dapat menggunakan variabel untuk contoh tersebut.
?wanita(X).
X merupakan variabel. Prolog akan menjawab query tersebut dengan melakukan pencarian pada basis pengetahuan 4 mulai dari klausa paling atas hingga bawah untuk mencocokan atau unifikasi pada ekspresi wanita(X) dengan informasi yang terdapat dalam basis pengetahuan 4.
Prolog akan memberikan jawaban:
X=mia untuk mengetahui adakah jawaban yang lain dilakukan dengan menekan ?-; maka prolog akan mencari item dalam predikat wanita yang cocok dengan variable X yang lain yaitu X=jodi dan X=anggi dan akan memberikan jawaban “no” jika sudah tidak ada lagi item dengan predikat wanita dan variable X yang terinstansiasi.
Untuk query yang lain
?sayang(marsel,X),wanita(X)
Bila kita melihat basis pengetahuan 4 terdapat bahwa: mia adalah wanita (fakta1) dan marsel sayang mia (fakta5). Maka prolog menemukan jawaban:
X=mia.
Basis Pengetahuan 5
Berikut ini penggunaan contoh variabel.
sayang(vincent,mia).
sayang(marsel,mia).
sayang(dany,lia).
cemburu(X,Y):-sayang(X,Z), sayang(Y,Z).
Dalam basis pengetahuan 5 berisi fakta tentang relasi “sayang” dan sebuah kaidah (rule) yang terdiri dari tiga buah variable X, Y, Z. arti dari kaidah tersebut :
“seseorang yang bernama X akan merasa cemburu pada seseorang yang bernama Y bila ada seseorang yang bernama Z yang disayangi X dan Y .
?-cemburu(marsel,W).
Prolog akan memberikan jawaban W=vincent karena mereka berdua “sayang” pada wanita yang sama yaitu mia.
Ken Ratri
The Houw Liong
Pendahuluan
Prolog merupakan sebuah bahasa pemrograman logika tingkat tinggi (Programming in logic), sangat cocok untuk pencocokan pola (pattern matching) menggunakan unifikasi dan pencarian. Baik untuk pengolahan bahasa, sistem pakar berbasis aturan, perencanaan, dan aplikasi-aplikasi kecerdasan buatan seperti
Basis data inteligen (Intelligent database)
Pemahaman Bahasa alami (Natural language understanding)
Sistem Pakar (Expert systems)
Pengkhususan bahasa (Specification language)
Bahasa Mesin (Machine language)
Perencanaan Robot (Robot planning)
Penalaran automatis (Automated reasoning)
Pemecahan masalah (Problem solving)
Permainan (Game)
dan lain-lain
Menggunakan metode pencarian mendalam dahulu (depth-first search) dan mundur (backtracking) untuk melakukan pencarian solusi secara otomatis.
Tiga konsep penting dalam prolog:
Unifikasi
Mundur (Backtracking)
Rekursi (Recursion)
Terdapat tiga konstruksi dasar dalam prolog: fakta-fakta, kaidah (rules), dan pertanyaan (queries). Fakta dalam prolog dapat berupa item tertentu atau relasi antar item. Sebagai contoh hujan, mendung, manis dan lain-lain. Kita dapat menanyakan sebuah pertanyaan (query) pada prolog: ?-hujan maka prolog akan menjawab “yes”.
Fakta yang lebih lenglap terdiri dari suatu relasi pada item yang disebut argument. Suatu fakta yang menjelaskan relasi antar objek:
sayang(edy,mia)
memiliki(michael,rumah,mobil,tv).
Sintaks pada fakta :
Nama pada relasi dan objek harus dalam bentuk atom,
Relasi dituliskan sebelum objek-objek,
Tanda titik (.) harus dituliskan diakhir sebuah fakta.
Dari fakta yang ada maka kita dapat menanyakan suatu pertanyaan pada prolog. Dalam menjawab suatu pertanyaan Prolog menggunakan prosedur berikut ini.
Prolog melakukan pencarian pada basis pengetahuan.
Prolog mencari fakta yang sesuai/cocok antara fakta dan pertanyaan.
jika cocok atau ditemukan, maka prolog akan menjawab “ya (yes)” dan jika tidak akan menjawab “tidak (no)”.
Dua buah fakta akan cocok jika predikatnya sama dan argumen yang sesuai sama.
Sebuah variabel akan terinstansiasi jika ada suatu objek yang berada pada posisi dimana variabel berada. Proses pencocokan antara argumen dan variabel disebut unifikasi.
Jika sesuatu tergantung dari sekelompok fakta maka kita dapat mengekspresikan sebagai “kaidah (rules)”. Di dalam prolog rules memiliki sintaks:
Sasaran(argumen_sasaran):- subsasaran1(argumen_subsasaran_1), subsasaran2(argumen_subsasaran_2), ……………… subsasarann(argumen_subsasaran_n).
Koleksi dari fakta-fakta dan rules disebut sebagai basis pengetahuan. Berikut ini lima bentuk basis pengetahuan:
Basis Pengetahuan 1
Dibawah ini merupakan sekumpulan fakta yang sederhana.
wanita(mia).
wanita(jody).
wanita(yolanda).
Bermain_gitar(jody).
Basis Pengetahuan 2
mendengarkan_musik(mia).
gembira(yolanda).
bermain_gitar(mia):-mendengarkan_musik(mia).
bermain_gitar(yolanda):-mendengarkan_musik(yolanda).
mendengarkan_musik(yolanda):-gembira(yolanda).
Contoh di atas kaidah (rule) pertama menyatakan bahwa mia Bermain_gitar bila ia mendengarkan_musik, dan pada kaidah terakhir mengatakan bahwa yolanda mendengarkan_musik bila ia bahagia.
Tanda :- dibaca jika atau merupakan “implikasi dari “. Pada sebelah kiri dari tanda :- disebut kepala (head) dari kaidah (rule) dan pada sisi sebelah kanan dari tanda :- disebut tubuh (body) sehingga secara umum kaidah (rule) mengatakan bahwa bila tubuh (body) benar maka kepala (head) benar.
Bila suatu basis pengetahuan berisi sebuah rule head:-body dan prolog mengetahui bahwa body berada dalam basis pengetahuan maka prolog dapat melakukan inferensi pada head atau dikenal dengan istilah modus ponen.
Kita dapat melakukan pertanyaan pada prolog untuk contoh di atas :
?-bermain_gitar(mia).
Prolog akan merespon “yes”, meskipun fakta bermain_gitar(mia) tidak secara eksplisit tertulis namum terdapat kaidah bermain_gitar(mia):-mendengarkan_musik(mia). Di samping itu berisi fakta mendengarkan_musik(mia). Prolog dapat menggunakan modus ponen untuk melakukan deduksi pada bermain_gitar(mia) tersebut.
Berikut ini contoh yang menunjukkan bahwa prolog dapat melakukan deduksi secara berantai dengan menggunakan modus ponen.
?-bermain_gitar(yolanda).
Prolog akan menjawab “yes”, karena dengan menggunakan fakta gembira(yolanda). Prolog dapat melakukan deduksi fakta baru mendengarkan_musik(yolanda). Fakta baru ini secara eksplisit tidak tertulis dalam basis pengetahuan. Fakta ini hanya secara implisit di dalam basis pengetahuan yang terinferensi. Prolog dapat melakukan hal tersebut sesuai fakta yang tertulis secara eksplisit yaitu bersama-sama rule:
bermain_gitar(yolanda):-mendengarkan_musik(yolanda).
Suatu fakta yang dihasilkan oleh pemanfaatan modus ponen dapat digunakan sebagai input pada rule selanjutnya. Fakta-fakta dan rule yang berada dalam basis pengetahuan di sebut klausa. Dalam contoh di atas berisi lima buah klausa yang masing-masing adalah tiga buah rule dan dua buah fakta. Dengan kata lain basis pengetahuan 2 terdiri dari tiga buah predikat atau disebut juga functor.
mendengarkan_musik
bermain_gitar
gembira
predikat gembira dinyatakan menggunakan klausa tunggal atau sebuah fakta, sedangkan predikat mendengarkan_musik dan bermain_gitar dinyatakan menggunakan dua buah klausa.
Basis Pengetahuan 3
gembira(ani).
mendengarkan_musik(devi).
bermain_gitar(ani):-mendengarkan_musik(ani),gembira(ani).
bermain_gitar(devi):- gembira(devi).
bermain_gitar(devi):-mendengarkan_musik(devi).
Terdapat dua buah fakta baru pada contoh di atas yaitu gembira(ani) dan mendengarkan_musik(devi), tiga buah rule dan memiliki tiga buah predikat yaitu gembira, mendengarkan_musik, dan bermain_gitar tetapi dengan susunan yang berbeda. Pada rule yang menyatakan predikat bermain_gitar memperkenalkan suatu ide baru, perhatikan rule :
bermain_gitar(ani):-mendengarkan_musik(ani),gembira(ani).
Memiliki dua buah item dalam body atau dua buah goal. Tanda koma yang memisahkan antara goal mendengarkan_musik(ani) dengan gembira(ani) dalam rule body merupakan logika konjungsi (logika AND) yang diekspresikan dalam prolog, sehingga rule ini mengatakan : ani bermain_gitar bila ia mendengarkan_musik dan gembira.
Bila kita tanyakan pada prolog :
?-bermain_gitar(ani).
Prolog akan menjawab “no” karena meskipun ada fakta gembira(ani) tetapi tidak secara eksplisit berisi informasi mendengarkan_musik(ani) dan fakta ini tidak dapat dideduksi lagi. Dalam basis pengetahuan 3 hanya dapat memberikan salah satu dari dua kondisi yang diperlukan untuk memenuhi klausa bermain_gitar(ani) dengan demikian query ini gagal.
Berikut ini adalah basis pengetahuan 3 dengan dua buah rule yang memiliki head yang sama.
bermain_gitar(devi):- gembira(devi).
bermain_gitar(devi):-mendengarkan_musik(devi).
Klausa tersebut menyatakan bahwa devi bermain gitar bila dia mendengarkan musik atau dia gembira yaitu rule dengan head yang sama merupakan suatu cara untuk mengekspresikan logika disjungsi ( logika OR).
Bila kita tanyakan pada prolog :
?-bermain_gitar(devi).
Prolog akan menjawab “yes” dengan menggunakan modus ponen untuk menerapkan rule : bermain_gitar(devi):-mendengarkan_musik(devi) untuk memenuhi query tersebut.
Cara lain untuk mengekspresikan logika disjungsi dengan menggunakan rule tunggal:
bermain_gitar(devi):- gembira(devi);mendengarkan_musik(devi).
Tanda semi colon (;) merupakan symbol prolog untuk logika OR.
Basis Pengetahuan 4
wanita(mia).
wanita(jodi).
wanita(anggi).
sayang(dany,mia).
sayang(marsel,mia).
sayang(kristy,devi).
sayang(devi,kristy).
Dalam contoh di atas tidak melibatkan rule sama sekali, hanya sekumpulan fakta-fakta. Terdapat relasi(predikat) yang bernama “sayang” yang memiliki dua buah argumen. Kita dapat menggunakan variabel untuk contoh tersebut.
?wanita(X).
X merupakan variabel. Prolog akan menjawab query tersebut dengan melakukan pencarian pada basis pengetahuan 4 mulai dari klausa paling atas hingga bawah untuk mencocokan atau unifikasi pada ekspresi wanita(X) dengan informasi yang terdapat dalam basis pengetahuan 4.
Prolog akan memberikan jawaban:
X=mia untuk mengetahui adakah jawaban yang lain dilakukan dengan menekan ?-; maka prolog akan mencari item dalam predikat wanita yang cocok dengan variable X yang lain yaitu X=jodi dan X=anggi dan akan memberikan jawaban “no” jika sudah tidak ada lagi item dengan predikat wanita dan variable X yang terinstansiasi.
Untuk query yang lain
?sayang(marsel,X),wanita(X)
Bila kita melihat basis pengetahuan 4 terdapat bahwa: mia adalah wanita (fakta1) dan marsel sayang mia (fakta5). Maka prolog menemukan jawaban:
X=mia.
Basis Pengetahuan 5
Berikut ini penggunaan contoh variabel.
sayang(vincent,mia).
sayang(marsel,mia).
sayang(dany,lia).
cemburu(X,Y):-sayang(X,Z), sayang(Y,Z).
Dalam basis pengetahuan 5 berisi fakta tentang relasi “sayang” dan sebuah kaidah (rule) yang terdiri dari tiga buah variable X, Y, Z. arti dari kaidah tersebut :
“seseorang yang bernama X akan merasa cemburu pada seseorang yang bernama Y bila ada seseorang yang bernama Z yang disayangi X dan Y .
?-cemburu(marsel,W).
Prolog akan memberikan jawaban W=vincent karena mereka berdua “sayang” pada wanita yang sama yaitu mia.
24 September 2010
15 September 2010
Prediction and Modification of Extreme Weather/Climate in Indonesia
Prediction and Modification of Extreme Weather/Climate in Indonesia
The Houw Liong, Bayong Tj H K, R. Gernowo, P.M Siregar, F. H. widodo
ABSTRACT
From the history of natural disasters in various places in Indonesia, it can be concluded that important influences of extreme weather are floods which usually happen in December, January and February, although normally rainy season begins around the first week of November. In those months the Intertropical Convergence Zone (ITCZ) and the relative position of the sun is on the southern hemisphere. In the summer seasons of this hemisphere often emerge depression, and tropical cyclone. ITCZ and tropical cyclone cause a convergence of humid air mass which moves upward; so that water vapors will change phase becomes liquid phase through condensation process.
On the other hand in July, August, September, and October most Indonesian regions are dry season. In a long dry season these regions will lack of water and drought.
In this research it is shown mechanisms of the sun influence the weather due to relative positions and extreme weather/climate through its activities.
Early warning system of long range weather/climate can be build based on solar activity cycles that represented by time series of sunspot numbers. The time series of sunspot numbers can be predicted by using ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System)
For Indonesian regions beside seasonal phenomena cause by relative position of the sun, there are global and regional phenomena that influence extreme weather/climate due to solar activities such as ENSO ( El Nino Southern Oscillation), IOD ( Indian Ocean Dipole and Madden-Julian Oscillation ( MJO).
Studies of the dynamics of sun-earth interaction, dynamics of atmosphere, and dynamics of ocean and analysis of time series for predicting extreme weather in Indonesian regions are carried out. We also study the dynamics of weather modification and hydrodynamic cycle that is needed for decreasing the negative impact of extreme weather/climate such as floods and droughts that are forecast.
This study has shown that rainfalls of the middle Indonesian region are strongly correlated with sunspot numbers. ENSO mainly influences rainfalls on eastern Indonesian regions and IOD mainly influences rainfalls on western Indonesian regions.
As a case study we take the dynamics of Cilwung river as an indicator of flood forecasting in Jakarta and analysis of extreme weather using meso scale atmospheric model.
Key Words : extreme climate, extreme weather, solar activities, sunspot numbers,
The Houw Liong, Bayong Tj H K, R. Gernowo, P.M Siregar, F. H. widodo
ABSTRACT
From the history of natural disasters in various places in Indonesia, it can be concluded that important influences of extreme weather are floods which usually happen in December, January and February, although normally rainy season begins around the first week of November. In those months the Intertropical Convergence Zone (ITCZ) and the relative position of the sun is on the southern hemisphere. In the summer seasons of this hemisphere often emerge depression, and tropical cyclone. ITCZ and tropical cyclone cause a convergence of humid air mass which moves upward; so that water vapors will change phase becomes liquid phase through condensation process.
On the other hand in July, August, September, and October most Indonesian regions are dry season. In a long dry season these regions will lack of water and drought.
In this research it is shown mechanisms of the sun influence the weather due to relative positions and extreme weather/climate through its activities.
Early warning system of long range weather/climate can be build based on solar activity cycles that represented by time series of sunspot numbers. The time series of sunspot numbers can be predicted by using ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System)
For Indonesian regions beside seasonal phenomena cause by relative position of the sun, there are global and regional phenomena that influence extreme weather/climate due to solar activities such as ENSO ( El Nino Southern Oscillation), IOD ( Indian Ocean Dipole and Madden-Julian Oscillation ( MJO).
Studies of the dynamics of sun-earth interaction, dynamics of atmosphere, and dynamics of ocean and analysis of time series for predicting extreme weather in Indonesian regions are carried out. We also study the dynamics of weather modification and hydrodynamic cycle that is needed for decreasing the negative impact of extreme weather/climate such as floods and droughts that are forecast.
This study has shown that rainfalls of the middle Indonesian region are strongly correlated with sunspot numbers. ENSO mainly influences rainfalls on eastern Indonesian regions and IOD mainly influences rainfalls on western Indonesian regions.
As a case study we take the dynamics of Cilwung river as an indicator of flood forecasting in Jakarta and analysis of extreme weather using meso scale atmospheric model.
Key Words : extreme climate, extreme weather, solar activities, sunspot numbers,
Cuaca Ekstrim dan Modifikasi Cuaca
Cuaca Ekstrim dan Modifikasi Cuaca
The Houw Liong, Bayong Tj HK, P.M. Siregar, R.Gernowo, F.H, widodo
Umumnya Indonesia masih mengalami permasalahan nasional kebanjiran dalam musim hujan dan kekurangan air dalam musim kemarau. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut telah dilakukan penelitian awal cuaca/iklim ekstrim di Indonesia.
Model awal prediksi cuaca/iklim ekstrim yang sudah dibangun pada tahun pertama diperbaiki dengan meneliti mekanisme siklus air dan pembentukan awan hujan1) yang menimbulkan cuaca ekstrim dan berbagai cara modifikasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari cuaca ekstrim2) itu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melakukan prediksi cuaca dan memanfaatkanya untuk menentukan kapan modifikasi cuaca diperlukan.
Untuk dapat mengurangi/meredam akibat negatif dari cuaca/iklim ekstrim diperlukan pendalaman pemahaman dinamika atmosfer, siklus air, dinamika interaksi matahari bumi dan kemampuan prediksi jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek 3,4,5) serta IPTEK modifikasi cuaca. dan lingkungan penyimpanan air.
Hasil penelitian diharapkan memperoleh metoda prediksi cuaca/iklim ekstrim sehingga dapat dipakai untuk melakukan antisipasi tindakan yang diperlukan antara lain dengan melakukan modifikasi cuaca/iklim .
Prediksi jangka panjang sekitar 9 bulan sebelum kejadian dilakukan berdasarkan data deret waktu sunspot, deret waktu bulanan temperatur permukaan air laut Pasifik (SST 3.4), multivariate ENSO index dilakukan dengan metoda neuro-fuzzy serta korelasinya dengan deret waktu curah hujan di wilayah Indonesia.
Prediksi jangka menengah yaitu sekitar 3 bulan sebelum kejadian dapat dilakukan dengan menganalisis deret waktu hujan bulanan dengan metoda neuro fuzzy untuk daerah yang diperkirakan mempunyai dampak besar akibat cuaca ekstrim,
Prediksi jangka pendek dilakukan dengan analisis deret waktu curah hujan pentad ,tinggi muka air sungai dilakukan dengan metoda neuro fuzzy3) dan dinamika atmosfer pada daerah yang diperkirakan dampaknya besar.
Sebagai studi kasus telah diteliti :
Pengembangan model yang lebih rinci di prediksi banjir di DAS Ciliwung serta kemungkinan pengurangan dampaknya melalui modifikasi cuaca, yaitu kemungkinan modifikasi cuaca di wilayah ciliwung hulu untuk mencegah banjir kiriman melalui sungai itu dan pelestarian lingkungan penyimpanan air.
DAFTAR PUSTAKA ACUAN
1.Bayong TjHK, Peran Aerosol dan Larutan pada Pertumbuhan Tetes Awan, Seminar Hidrologi Banjir dan Kekeringan , MHI, BPPT, Jakarta 2005.
2.Bayong TjHK, Meteorogical Drought in Indonesia, International Seminar on Indonesian Smoke Induced by Drought Episodes, BPPT, Jakarta, 2005.
3. The H. L., Plato M Siregar, R. Gernowo, F.H. Widodo, Karakteristik Curah Hujan DAS Ciliwung dan Dinamika Banjirnya, MHI, BPPT, Jakarta, 2005.
4. The H. L., Acep Purqon, Bayong Tj.HK , Prediksi Cuaca Ekstrim di Indonesia, Seminar FMIPA IV, 2004.
5. The H.L., P.M. Siregar, Prediction of Extreme Weather and Climate in Indonesian Maritime Continent Based on Sunspot Numbers, International Roundtable on Understanding and Prediction of Summer and Winter Monsoons, BPPT, Jakarta, 2005.
6.T. Landscheidt, Solar Activity : A Dominant Factor in Climate Dynamics, Schroeter Institute for Research in Cycles of Solar Activity, http://www.johndaly.com/solar/solar.htm, 1988.
The Houw Liong, Bayong Tj HK, P.M. Siregar, R.Gernowo, F.H, widodo
Umumnya Indonesia masih mengalami permasalahan nasional kebanjiran dalam musim hujan dan kekurangan air dalam musim kemarau. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut telah dilakukan penelitian awal cuaca/iklim ekstrim di Indonesia.
Model awal prediksi cuaca/iklim ekstrim yang sudah dibangun pada tahun pertama diperbaiki dengan meneliti mekanisme siklus air dan pembentukan awan hujan1) yang menimbulkan cuaca ekstrim dan berbagai cara modifikasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari cuaca ekstrim2) itu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melakukan prediksi cuaca dan memanfaatkanya untuk menentukan kapan modifikasi cuaca diperlukan.
Untuk dapat mengurangi/meredam akibat negatif dari cuaca/iklim ekstrim diperlukan pendalaman pemahaman dinamika atmosfer, siklus air, dinamika interaksi matahari bumi dan kemampuan prediksi jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek 3,4,5) serta IPTEK modifikasi cuaca. dan lingkungan penyimpanan air.
Hasil penelitian diharapkan memperoleh metoda prediksi cuaca/iklim ekstrim sehingga dapat dipakai untuk melakukan antisipasi tindakan yang diperlukan antara lain dengan melakukan modifikasi cuaca/iklim .
Prediksi jangka panjang sekitar 9 bulan sebelum kejadian dilakukan berdasarkan data deret waktu sunspot, deret waktu bulanan temperatur permukaan air laut Pasifik (SST 3.4), multivariate ENSO index dilakukan dengan metoda neuro-fuzzy serta korelasinya dengan deret waktu curah hujan di wilayah Indonesia.
Prediksi jangka menengah yaitu sekitar 3 bulan sebelum kejadian dapat dilakukan dengan menganalisis deret waktu hujan bulanan dengan metoda neuro fuzzy untuk daerah yang diperkirakan mempunyai dampak besar akibat cuaca ekstrim,
Prediksi jangka pendek dilakukan dengan analisis deret waktu curah hujan pentad ,tinggi muka air sungai dilakukan dengan metoda neuro fuzzy3) dan dinamika atmosfer pada daerah yang diperkirakan dampaknya besar.
Sebagai studi kasus telah diteliti :
Pengembangan model yang lebih rinci di prediksi banjir di DAS Ciliwung serta kemungkinan pengurangan dampaknya melalui modifikasi cuaca, yaitu kemungkinan modifikasi cuaca di wilayah ciliwung hulu untuk mencegah banjir kiriman melalui sungai itu dan pelestarian lingkungan penyimpanan air.
DAFTAR PUSTAKA ACUAN
1.Bayong TjHK, Peran Aerosol dan Larutan pada Pertumbuhan Tetes Awan, Seminar Hidrologi Banjir dan Kekeringan , MHI, BPPT, Jakarta 2005.
2.Bayong TjHK, Meteorogical Drought in Indonesia, International Seminar on Indonesian Smoke Induced by Drought Episodes, BPPT, Jakarta, 2005.
3. The H. L., Plato M Siregar, R. Gernowo, F.H. Widodo, Karakteristik Curah Hujan DAS Ciliwung dan Dinamika Banjirnya, MHI, BPPT, Jakarta, 2005.
4. The H. L., Acep Purqon, Bayong Tj.HK , Prediksi Cuaca Ekstrim di Indonesia, Seminar FMIPA IV, 2004.
5. The H.L., P.M. Siregar, Prediction of Extreme Weather and Climate in Indonesian Maritime Continent Based on Sunspot Numbers, International Roundtable on Understanding and Prediction of Summer and Winter Monsoons, BPPT, Jakarta, 2005.
6.T. Landscheidt, Solar Activity : A Dominant Factor in Climate Dynamics, Schroeter Institute for Research in Cycles of Solar Activity, http://www.johndaly.com/solar/solar.htm, 1988.
06 September 2010
Penerapan Metoda Kecerdasan Komputasional
Penerapan Metoda Kecerdasan Komputasional
dalam Bidang Agroindustri
Oleh
Melania S.Muntini1, Yul Y. Nazaruddin2, The Houw Liong3
1 melania@tf.itb.ac.id
Jurusan Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2 yul@tf.itb.ac.id
Departemen Teknik Fisika , Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia
3 the@fi.itb.ac.id
Departemen Fisika , Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia
Abstarct
Dalam beberapa tahun terakhir ini metoda kecerdasan komputasional (computational intelligence) telah berkembang sangat pesat menjadi suatu bidang yang berusaha untuk meniru kecerdasan manusia dan sistem biologis. Sampai saat ini, paling tidak ada tiga paradigma yang berkembang pesat dalam metoda kecerdasan komputasional, yaitu logika fuzzy (fuzzy logic), jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) dan algoritma genetik (genetic algorithm). Penelitian mengenai aplikasi metoda kecerdasan komputasional (computational intelligence), baik untuk pemodelan, identifikasi sistem, pengontrolan, pengenalan pola dan beberapa penerapan lainnya.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan aplikasi kecerdasan komputasional diantaranya adalah algoritma virtual sensor yang dapat diterapkan untuk mengestimasi parameter tak terukur/sulit diukur. Aplikasi virtual sensor dalam berbagai bidang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu menggunakan teknik ini untuk menghasilkan estimasi dari variabel yang diukur secara off-line. Salah satu aplikasi yang sedang dikembangkan adalah penerapan metoda virtual sensor untuk mengukur tingkat kualitas hasil produksi teh hitam.
Kualitas teh hitam diukur berdasarkan parameter kenampakan (sight), rasa (taste) dan bau (smell). Sampai saat ini parameter-parameter tersebut sulit untuk diukur secara langsung, pengukuran yang umum dilakukan adalah dengan cara organoleptik. Beberapa peneliti telah melakukan pengukuran terhadap parameter-parameter tersebut dengan menggunakan metode yang berbeda-beda diantaranya adalah dengan melakukan analisa kimia pada teh. Mengingat banyaknya sampling yang harus diuji dalam setiap proses pengolahan maka melakukan analisa kimia untuk mengukur tingkat kualitas teh tidaklah efisien karena memerlukan tenaga, waktu, biaya, dan sering tidak handal.
Penerapan metoda virtual sensor untuk mengukur tingkat kualitas teh hitam dilakukan dengan terlebih dahulu memilih parameter pengujian kualitas teh yang tepat untuk menyusun basis data pemrosesan dan pengolahan teh.. Dari database ini kemudian dilakukan implementasi algoritma virtual sensor sebagai salah satu teknik pemodelan sebagai estimator variabel kualitas teh yang sulit terukur. Selain itu algoritma virtual sensor juga digunakan untuk validasi hasil pengecapan (sensory evaluation/ organoleptik).
Dalam makalah ini akan disampaikan tentang penerapan metoda kecerdasan komputasional yang dalam hal ini adalah algoritma virtual sensor untuk mengukur tingkat kualitas teh hitam.
Key word: kecerdasan komputasional, virtual sensor, kulitas teh
dalam Bidang Agroindustri
Oleh
Melania S.Muntini1, Yul Y. Nazaruddin2, The Houw Liong3
1 melania@tf.itb.ac.id
Jurusan Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2 yul@tf.itb.ac.id
Departemen Teknik Fisika , Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia
3 the@fi.itb.ac.id
Departemen Fisika , Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia
Abstarct
Dalam beberapa tahun terakhir ini metoda kecerdasan komputasional (computational intelligence) telah berkembang sangat pesat menjadi suatu bidang yang berusaha untuk meniru kecerdasan manusia dan sistem biologis. Sampai saat ini, paling tidak ada tiga paradigma yang berkembang pesat dalam metoda kecerdasan komputasional, yaitu logika fuzzy (fuzzy logic), jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) dan algoritma genetik (genetic algorithm). Penelitian mengenai aplikasi metoda kecerdasan komputasional (computational intelligence), baik untuk pemodelan, identifikasi sistem, pengontrolan, pengenalan pola dan beberapa penerapan lainnya.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan aplikasi kecerdasan komputasional diantaranya adalah algoritma virtual sensor yang dapat diterapkan untuk mengestimasi parameter tak terukur/sulit diukur. Aplikasi virtual sensor dalam berbagai bidang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu menggunakan teknik ini untuk menghasilkan estimasi dari variabel yang diukur secara off-line. Salah satu aplikasi yang sedang dikembangkan adalah penerapan metoda virtual sensor untuk mengukur tingkat kualitas hasil produksi teh hitam.
Kualitas teh hitam diukur berdasarkan parameter kenampakan (sight), rasa (taste) dan bau (smell). Sampai saat ini parameter-parameter tersebut sulit untuk diukur secara langsung, pengukuran yang umum dilakukan adalah dengan cara organoleptik. Beberapa peneliti telah melakukan pengukuran terhadap parameter-parameter tersebut dengan menggunakan metode yang berbeda-beda diantaranya adalah dengan melakukan analisa kimia pada teh. Mengingat banyaknya sampling yang harus diuji dalam setiap proses pengolahan maka melakukan analisa kimia untuk mengukur tingkat kualitas teh tidaklah efisien karena memerlukan tenaga, waktu, biaya, dan sering tidak handal.
Penerapan metoda virtual sensor untuk mengukur tingkat kualitas teh hitam dilakukan dengan terlebih dahulu memilih parameter pengujian kualitas teh yang tepat untuk menyusun basis data pemrosesan dan pengolahan teh.. Dari database ini kemudian dilakukan implementasi algoritma virtual sensor sebagai salah satu teknik pemodelan sebagai estimator variabel kualitas teh yang sulit terukur. Selain itu algoritma virtual sensor juga digunakan untuk validasi hasil pengecapan (sensory evaluation/ organoleptik).
Dalam makalah ini akan disampaikan tentang penerapan metoda kecerdasan komputasional yang dalam hal ini adalah algoritma virtual sensor untuk mengukur tingkat kualitas teh hitam.
Key word: kecerdasan komputasional, virtual sensor, kulitas teh
Prediksi Cuaca Extrim Berbagai Daerah Indonesia
Prediksi Cuaca Extrim Berbagai Daerah Indonesia
The Houw Liong, Bayong Tj. H.K., A. Purqon
Abstrak
Dari historis bencana alam di berbagai tempat di Indonesia dapat disimpulkan bahwa pengaruh cuaca ekstrim yang penting ialah bencana banjir yang pada umumnya terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari, meskipun secara normal musim hujan telah mulai sekitar dasarian ke 1 bulan November. Pada bulan-bulan tersebut pita zona konvergensi intertropis (ICTZ : Intertropical Convergence Zone) dan gerak semu matahari berada di atas belahan bumi selatan. Pada belahan bumi musim panas juga sering muncul depresi, badai atau siklon tropis. Pita ICTZ dan badai tropis menyebabkan konvergensi gerak massa udara tropis lembab yang akan bergerak atas, sehingga uap air yang terbawa akan berubah fasa cair (tetes awan) melalui proses kondensasi.
Sebaliknya pada saat kemarau panjang banyak daerah mengalami kekeringan/kekurangan air.
Selain gejala tahunan itu ada gejala global dan regional yang berpengaruh pada timbulnya cuaca ekstrim misalnya ENSO (El Niño /Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole)1.2)dan MJO (Madden-Julian Oscillation). Secara umum dapat dikembangkan analisa deret waktu dan CBR untuk memprediksi cuaca ekstrim di wilayah Indonesia dan untuk pengembangan model yang lebih rinci di ambil studi kasus prediksi banjir di DKI.
Masalah nasional banjir dan kekeringan dapat dikurangi dampak negatifnya bila pemahaman mengenai dinamika terjadinya cuaca ekstrim, siklus air dan proses pembentukan awan hujan dikuasai dengan baik , sehingga kejadianya dapat diprediksi dan dampak negatifnya dapat dikurangi dengan memanfaatkan IPTEK modifikasi cuaca dan pelestarian lingkungan yang dapat menyimpan air pada musim hujan dan memanfaatkanya pada musim kemarau.
Hasil penelitian pengembangan metoda prediksi dan IPTEK modifikasi cuaca dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan kekeringan sehingga persiapan untuk menanggulanginya dapat direncanakan sebelum kejadian dan dapat dikembangkan cara penaggulangan untuk mengurangi dampak negatif dari cuaca/iklim ekstrim.
DAFTAR PUSTAKA ACUAN
1.Bayong TjHK, Cuaca dan Iklim Ekstrim di Indonesia, Temu Ilmiah Sains Atmosfer dan Iklim Nasional , Lapan, 2004.
2. The H. L., A. Purqon, Bayong Tj.HK, F.H. Wododo, Evaluasi Prediksi Banjir Wilayah DKI dengan ANFIS, Temu Ilmiah Sains Atmosfer dan Iklim Nasional , Lapan, 2004.
3. The H. L., Acep Purqon, Bayong Tj.HK , Prediksi Cuaca Ekstrim di Indonesia, Seminar FMIPA IV, 2004.
The Houw Liong, Bayong Tj. H.K., A. Purqon
Abstrak
Dari historis bencana alam di berbagai tempat di Indonesia dapat disimpulkan bahwa pengaruh cuaca ekstrim yang penting ialah bencana banjir yang pada umumnya terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari, meskipun secara normal musim hujan telah mulai sekitar dasarian ke 1 bulan November. Pada bulan-bulan tersebut pita zona konvergensi intertropis (ICTZ : Intertropical Convergence Zone) dan gerak semu matahari berada di atas belahan bumi selatan. Pada belahan bumi musim panas juga sering muncul depresi, badai atau siklon tropis. Pita ICTZ dan badai tropis menyebabkan konvergensi gerak massa udara tropis lembab yang akan bergerak atas, sehingga uap air yang terbawa akan berubah fasa cair (tetes awan) melalui proses kondensasi.
Sebaliknya pada saat kemarau panjang banyak daerah mengalami kekeringan/kekurangan air.
Selain gejala tahunan itu ada gejala global dan regional yang berpengaruh pada timbulnya cuaca ekstrim misalnya ENSO (El Niño /Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole)1.2)dan MJO (Madden-Julian Oscillation). Secara umum dapat dikembangkan analisa deret waktu dan CBR untuk memprediksi cuaca ekstrim di wilayah Indonesia dan untuk pengembangan model yang lebih rinci di ambil studi kasus prediksi banjir di DKI.
Masalah nasional banjir dan kekeringan dapat dikurangi dampak negatifnya bila pemahaman mengenai dinamika terjadinya cuaca ekstrim, siklus air dan proses pembentukan awan hujan dikuasai dengan baik , sehingga kejadianya dapat diprediksi dan dampak negatifnya dapat dikurangi dengan memanfaatkan IPTEK modifikasi cuaca dan pelestarian lingkungan yang dapat menyimpan air pada musim hujan dan memanfaatkanya pada musim kemarau.
Hasil penelitian pengembangan metoda prediksi dan IPTEK modifikasi cuaca dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan kekeringan sehingga persiapan untuk menanggulanginya dapat direncanakan sebelum kejadian dan dapat dikembangkan cara penaggulangan untuk mengurangi dampak negatif dari cuaca/iklim ekstrim.
DAFTAR PUSTAKA ACUAN
1.Bayong TjHK, Cuaca dan Iklim Ekstrim di Indonesia, Temu Ilmiah Sains Atmosfer dan Iklim Nasional , Lapan, 2004.
2. The H. L., A. Purqon, Bayong Tj.HK, F.H. Wododo, Evaluasi Prediksi Banjir Wilayah DKI dengan ANFIS, Temu Ilmiah Sains Atmosfer dan Iklim Nasional , Lapan, 2004.
3. The H. L., Acep Purqon, Bayong Tj.HK , Prediksi Cuaca Ekstrim di Indonesia, Seminar FMIPA IV, 2004.
04 September 2010
PROTOTIPE SISTEM PAKAR INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN DELTA
PROTOTIPE SISTEM PAKAR INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN DELTA DARI DATA GAMARAY, GEODIP / LOCDIP DAN FMS
Master Theses from JBPTITBPP / 2007-03-13 15:46:49
Oleh : Handi Budiman , S2 - Applied Geophysics
Pembimbing :
The Houw Liong
Djoko Santoso
Dibuat : 1990-11-00, dengan 1 file
Keyword : Deltas; Expert system; Modelling
Lingkungan pengendapan delta purba merupakan suatu lingkungan yang telah diketahui kaya akan potensi hidrokarbon. Thesis ini membahas tentang prototipe program sistem pakar dalam bidang interpretasi lingkungan pengendapan delta dari data geodip/locdip, gamma ray dan FMS. Perangkat keras yang digunakan adalah IBM PC/AT-286 atau yang kompatibel dengannya dan perangkat lunak yang digunakan adalah Insight 2+ versi 1.3. Output yang diharapkan adalah kemampuan program untuk menentukan tipe delta, geometri delta, energi delta, material delta beserta potensi hidrokarbon dari suatu lobe delta ideal.
Deskripsi Alternatif :
Lingkungan pengendapan delta purba merupakan suatu lingkungan yang telah diketahui kaya akan potensi hidrokarbon. Thesis ini membahas tentang prototipe program sistem pakar dalam bidang interpretasi lingkungan pengendapan delta dari data geodip/locdip, gamma ray dan FMS. Perangkat keras yang digunakan adalah IBM PC/AT-286 atau yang kompatibel dengannya dan perangkat lunak yang digunakan adalah Insight 2+ versi 1.3. Output yang diharapkan adalah kemampuan program untuk menentukan tipe delta, geometri delta, energi delta, material delta beserta potensi hidrokarbon dari suatu lobe delta ideal.
Master Theses from JBPTITBPP / 2007-03-13 15:46:49
Oleh : Handi Budiman , S2 - Applied Geophysics
Pembimbing :
The Houw Liong
Djoko Santoso
Dibuat : 1990-11-00, dengan 1 file
Keyword : Deltas; Expert system; Modelling
Lingkungan pengendapan delta purba merupakan suatu lingkungan yang telah diketahui kaya akan potensi hidrokarbon. Thesis ini membahas tentang prototipe program sistem pakar dalam bidang interpretasi lingkungan pengendapan delta dari data geodip/locdip, gamma ray dan FMS. Perangkat keras yang digunakan adalah IBM PC/AT-286 atau yang kompatibel dengannya dan perangkat lunak yang digunakan adalah Insight 2+ versi 1.3. Output yang diharapkan adalah kemampuan program untuk menentukan tipe delta, geometri delta, energi delta, material delta beserta potensi hidrokarbon dari suatu lobe delta ideal.
Deskripsi Alternatif :
Lingkungan pengendapan delta purba merupakan suatu lingkungan yang telah diketahui kaya akan potensi hidrokarbon. Thesis ini membahas tentang prototipe program sistem pakar dalam bidang interpretasi lingkungan pengendapan delta dari data geodip/locdip, gamma ray dan FMS. Perangkat keras yang digunakan adalah IBM PC/AT-286 atau yang kompatibel dengannya dan perangkat lunak yang digunakan adalah Insight 2+ versi 1.3. Output yang diharapkan adalah kemampuan program untuk menentukan tipe delta, geometri delta, energi delta, material delta beserta potensi hidrokarbon dari suatu lobe delta ideal.
13 August 2010
Prekursor Ionosfer Gempabumi dari Anomali Variasi Harian
Prekursor Ionosfer Gempabumi dari Anomali Variasi Harian
GPS TEC Ionosfer
Buldan Muslim1), Sarmoko Saroso1), The Houw Liong2)
Hasanuddin Z. A.3), dan Wedyanto3)
1)National Institute of Aeronautucs and Space (LAPAN), Bandung, Indonesia
2)Dept. of Physics, Bandung Institute of Technology, Bandung Indonesia
3)Geomagnetic and Geodesy Group, Bandung Institute of Technology, Bandung, Indonesia
Abstract
Total elektron content ionosfer (TEC) dapat diperoleh dari sebuah observasi dasar Global Positioning System (GPS). Kumpulan GPS terdiri dari 24 jumlah satelit., yang terdistribusi pada 6 orbit mengelilingi bumi pada ketinggian ~20200 km. masing-masing satelit menstranmisikan sinyal pada dua frekuensi (f1 = 1575,42 MHz dan f2 = 1227,60 MHz) dengan dua kode yang berbeda, C/A dan P(Y) dan dengan dua fase pengangkut yang berbeda, L1 dan L2. Karena ionosfer adalah sebuah medium yang menyebar, kecepatan perambatan gelombang elektromagnetik ditransmisikan oleh satelit GPS tergantung pada frekuensi gelombang radio. Kenaikan fase pengangkut dan keterlambatan pengelompokan sinyal GPS di ionosfer adalah sebanding dengan elektron content terintegrasi sepanjang perambatan garis edar satelit. Berdasarkan fase pengangkutan dan kode data pseudorange pengamatan oleh penerima GPS berlokasi di sekitar Indonesia, kami memperoleh TEC ionosfer meggunakan metode fase levelling. Tujuan menemukan hubungan anomali variasi harian dengan gempa-gempa besar di Indonesia dan area sekitarnya, kami menggunakan analisis harmonik dari pengamatan TEC pada beberapa stasiun GPS. Hasil dari analisis harmonik menampakkan bahwa amplitudo variasi harian dari TEC mengalami penurunan (anomali negatif) atau peningkatan (anomali positif) beberapa hari setelah gempa utama, dan mengggunakan analisis spasial dari anomali amplitudo, magnitude beberapa gempa besar dapat diperkirakan. Kemungkinan mekanisme anomali variasi harian GPS TEC ionosfer akan didiskusikan juga.
GPS TEC Ionosfer
Buldan Muslim1), Sarmoko Saroso1), The Houw Liong2)
Hasanuddin Z. A.3), dan Wedyanto3)
1)National Institute of Aeronautucs and Space (LAPAN), Bandung, Indonesia
2)Dept. of Physics, Bandung Institute of Technology, Bandung Indonesia
3)Geomagnetic and Geodesy Group, Bandung Institute of Technology, Bandung, Indonesia
Abstract
Total elektron content ionosfer (TEC) dapat diperoleh dari sebuah observasi dasar Global Positioning System (GPS). Kumpulan GPS terdiri dari 24 jumlah satelit., yang terdistribusi pada 6 orbit mengelilingi bumi pada ketinggian ~20200 km. masing-masing satelit menstranmisikan sinyal pada dua frekuensi (f1 = 1575,42 MHz dan f2 = 1227,60 MHz) dengan dua kode yang berbeda, C/A dan P(Y) dan dengan dua fase pengangkut yang berbeda, L1 dan L2. Karena ionosfer adalah sebuah medium yang menyebar, kecepatan perambatan gelombang elektromagnetik ditransmisikan oleh satelit GPS tergantung pada frekuensi gelombang radio. Kenaikan fase pengangkut dan keterlambatan pengelompokan sinyal GPS di ionosfer adalah sebanding dengan elektron content terintegrasi sepanjang perambatan garis edar satelit. Berdasarkan fase pengangkutan dan kode data pseudorange pengamatan oleh penerima GPS berlokasi di sekitar Indonesia, kami memperoleh TEC ionosfer meggunakan metode fase levelling. Tujuan menemukan hubungan anomali variasi harian dengan gempa-gempa besar di Indonesia dan area sekitarnya, kami menggunakan analisis harmonik dari pengamatan TEC pada beberapa stasiun GPS. Hasil dari analisis harmonik menampakkan bahwa amplitudo variasi harian dari TEC mengalami penurunan (anomali negatif) atau peningkatan (anomali positif) beberapa hari setelah gempa utama, dan mengggunakan analisis spasial dari anomali amplitudo, magnitude beberapa gempa besar dapat diperkirakan. Kemungkinan mekanisme anomali variasi harian GPS TEC ionosfer akan didiskusikan juga.
MODEL 1-D PERTUMBUHAN BUTIRAN AWAN KONVEKSI DI DAERAH BANDUNG
Master Theses from #PUBLISHER# / 2005-09-15 18:13:19
MODEL 1-D PERTUMBUHAN BUTIRAN AWAN KONVEKSI DI DAERAH BANDUNG
By: Plato Martuani Siregar
Advisor : Prof. Dr. The Houw Liong
Prof. Dr. Bayong Tj.H.K.
S2 - Oceanography and Atmospheric Sciences
Created: 2000-01-00 , with 1 file(s).
Keywords:
Convection process, cloud droplet
Subject:
Clouds - Meteorology
Heading:
Earth science
Abstrak:
Model kopel pertumbuhan butiran awan dibentuk dari penurunan persamaan dinamika, termodinamika, dan fisis awan dengan menganggap bahwa uap air berada diantara dua plat sejajar yaitu permukaan bumi dan lapisan tropopause. Kecepatan arus ke atas di kedua permukaan plat adalah nol. Faktor konvergensi,adveksi horizontal, turbulensi,gerak vortisitas arus ke atas,dan wujud es diabaikan, sehingga dapat dibuat model numerik satu dimensi untuk pertumbuhan awan konveksi. Kelemahan model ini sangat sensitif terhadap syarat awal.
Untuk tumbuh menjadi butiran, maka uap harus memiliki kelembaban yang tinggi agar dapat melawan efek kelengkungan hingga mencapai nisbah jenuh kritis 0.6%. Jadi perlu ditambahkan amonium sulfat untuk menaikkan nisbah jenuh hingga jari jari 0.13 mikrometer, setelah nisbah jenuh kritis terpenuhi, butiran akan tumbuh meskipun kelembaban jenuh mendekati satu. Disamping pengaruh larutan garam pertumbuhan butiran juga dipengaruhi oleh pemanasan konduksi dan diffusi penguapan hingga jari jari sekitar 10 mikrometer.
Sebagian besar radiasi matahari terserap di permukaan bumi yang berakibat pemanasan di permukaan. Dengan demikian lapisan di permukaan bumi lebih panas sehingga menimbulkan paket udara tidak stabil dan mengalami proses konveksi. Suhu paket udara menurun bila terangkat ke atas, hal ini diakibatkan proses adiabatik. Proses perubahan wujud uap air menjadi butiran awan akan melepas panas laten saat terjadi kondensasi. Laju penurunan suhu pada permukaan ditentukan oleh keseimbangan uap air di atmosfer. Digunakan data radio sonde stasiun LAPAN Bandung tahun 1992-1996 sebagai penerapan model sekaligus verifikasinya. Kemudian model digunakan untuk menaksir perubahan arus ke atas, profil suhu paket udara, nisbah tetes hujan, dan nisbah kadar total air di atmosfer.
Proses konveksi adalah faktor yang berperan dalam proses pembentukan butiran awan. Jika teijadi pembentukan awan dapat menimbulkan variasi pada suhu dan nisbah kadar air atmosfer. Hal ini terlihat bahwa variasi suhu 1.5 km di atas Bandung lebih besar dibandingkan dengan dekat permukaan. Pada ketinggian ini terdapat awan yang dapat menyerap radiasi matahari, terjadinya arus, dan pemisahan kutub listrik di dalam awan itu sendiri, sehingga memberi efek pada variasi suhu paket udara.
Translation:
Abstract:
Couple model of droplet growth is developed by three kinds of processes, which are dynamic, thermodynamic, and cloud physics that assume water vapor is present between ground surface and tropopause layer. Updraft in boundary condition is zero. Factor of convergence, lateral advection, turbulent montion, updraft vorticity, and ice phase are neglected, then developed numerical modeling in one dimention of the formation, of droplet growth. This model is very sensitive to initial conditons.
The formation of droplet growth requires high supersaturated vapor to oppose curvature term. For the saturation ratio at relative humidities less than 100 %, droplet growth will be blocked by curvature term, so it needs addition of amonium sulfat solution to an air parcel until droplet radius 0.13 micrometer, after critical saturation ratio is formed, droplet will grow although relative humidities approach one. On the other hand,solution effect growth is increased by heat conduction and vapor diffusion becomes droplet of radius around 10 micrometer.
A major part of solar radiation have absorbed by the surface of the earth. The atmosphere then becomes unstable due to the heating around ground,and thus convection is generated in the troposphere. The temperature of an air parcel moving upward decreases because of the adiabatic expansion,while water vapor in the air is warmed when it condenses. The temperature lapse rate in the troposphere is thus determined by balance of water vapor in the atmosphere. Using ratio sonde data at LAPAN Bandung period in the 1992-1996 to optimize model trend and do verification, after that modeling can be used to estimate updraft rate, pacel temperature, rain mixing ratio, and mixing ratio of the condensed water in the atmosphere.
Convection process is determined in cloud droplet growth. The formation of cloud causes give temperature variations and mixing ratio in atmosphere. It can be seen that temperature variations in the level of 1500m over Bandung is larger than near ground. In this level, the cloud will be formed to absorb solar radiation, current air in cloud and separation of electrical dipole of water moleculer which will give temperature variation of air parcel.
Copyrights:
Copyright © 2005 ITB Central Library,
Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia.
Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author to ITB Central Library in any medium, provided this notice is preserved
MODEL 1-D PERTUMBUHAN BUTIRAN AWAN KONVEKSI DI DAERAH BANDUNG
By: Plato Martuani Siregar
Advisor : Prof. Dr. The Houw Liong
Prof. Dr. Bayong Tj.H.K.
S2 - Oceanography and Atmospheric Sciences
Created: 2000-01-00 , with 1 file(s).
Keywords:
Convection process, cloud droplet
Subject:
Clouds - Meteorology
Heading:
Earth science
Abstrak:
Model kopel pertumbuhan butiran awan dibentuk dari penurunan persamaan dinamika, termodinamika, dan fisis awan dengan menganggap bahwa uap air berada diantara dua plat sejajar yaitu permukaan bumi dan lapisan tropopause. Kecepatan arus ke atas di kedua permukaan plat adalah nol. Faktor konvergensi,adveksi horizontal, turbulensi,gerak vortisitas arus ke atas,dan wujud es diabaikan, sehingga dapat dibuat model numerik satu dimensi untuk pertumbuhan awan konveksi. Kelemahan model ini sangat sensitif terhadap syarat awal.
Untuk tumbuh menjadi butiran, maka uap harus memiliki kelembaban yang tinggi agar dapat melawan efek kelengkungan hingga mencapai nisbah jenuh kritis 0.6%. Jadi perlu ditambahkan amonium sulfat untuk menaikkan nisbah jenuh hingga jari jari 0.13 mikrometer, setelah nisbah jenuh kritis terpenuhi, butiran akan tumbuh meskipun kelembaban jenuh mendekati satu. Disamping pengaruh larutan garam pertumbuhan butiran juga dipengaruhi oleh pemanasan konduksi dan diffusi penguapan hingga jari jari sekitar 10 mikrometer.
Sebagian besar radiasi matahari terserap di permukaan bumi yang berakibat pemanasan di permukaan. Dengan demikian lapisan di permukaan bumi lebih panas sehingga menimbulkan paket udara tidak stabil dan mengalami proses konveksi. Suhu paket udara menurun bila terangkat ke atas, hal ini diakibatkan proses adiabatik. Proses perubahan wujud uap air menjadi butiran awan akan melepas panas laten saat terjadi kondensasi. Laju penurunan suhu pada permukaan ditentukan oleh keseimbangan uap air di atmosfer. Digunakan data radio sonde stasiun LAPAN Bandung tahun 1992-1996 sebagai penerapan model sekaligus verifikasinya. Kemudian model digunakan untuk menaksir perubahan arus ke atas, profil suhu paket udara, nisbah tetes hujan, dan nisbah kadar total air di atmosfer.
Proses konveksi adalah faktor yang berperan dalam proses pembentukan butiran awan. Jika teijadi pembentukan awan dapat menimbulkan variasi pada suhu dan nisbah kadar air atmosfer. Hal ini terlihat bahwa variasi suhu 1.5 km di atas Bandung lebih besar dibandingkan dengan dekat permukaan. Pada ketinggian ini terdapat awan yang dapat menyerap radiasi matahari, terjadinya arus, dan pemisahan kutub listrik di dalam awan itu sendiri, sehingga memberi efek pada variasi suhu paket udara.
Translation:
Abstract:
Couple model of droplet growth is developed by three kinds of processes, which are dynamic, thermodynamic, and cloud physics that assume water vapor is present between ground surface and tropopause layer. Updraft in boundary condition is zero. Factor of convergence, lateral advection, turbulent montion, updraft vorticity, and ice phase are neglected, then developed numerical modeling in one dimention of the formation, of droplet growth. This model is very sensitive to initial conditons.
The formation of droplet growth requires high supersaturated vapor to oppose curvature term. For the saturation ratio at relative humidities less than 100 %, droplet growth will be blocked by curvature term, so it needs addition of amonium sulfat solution to an air parcel until droplet radius 0.13 micrometer, after critical saturation ratio is formed, droplet will grow although relative humidities approach one. On the other hand,solution effect growth is increased by heat conduction and vapor diffusion becomes droplet of radius around 10 micrometer.
A major part of solar radiation have absorbed by the surface of the earth. The atmosphere then becomes unstable due to the heating around ground,and thus convection is generated in the troposphere. The temperature of an air parcel moving upward decreases because of the adiabatic expansion,while water vapor in the air is warmed when it condenses. The temperature lapse rate in the troposphere is thus determined by balance of water vapor in the atmosphere. Using ratio sonde data at LAPAN Bandung period in the 1992-1996 to optimize model trend and do verification, after that modeling can be used to estimate updraft rate, pacel temperature, rain mixing ratio, and mixing ratio of the condensed water in the atmosphere.
Convection process is determined in cloud droplet growth. The formation of cloud causes give temperature variations and mixing ratio in atmosphere. It can be seen that temperature variations in the level of 1500m over Bandung is larger than near ground. In this level, the cloud will be formed to absorb solar radiation, current air in cloud and separation of electrical dipole of water moleculer which will give temperature variation of air parcel.
Copyrights:
Copyright © 2005 ITB Central Library,
Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia.
Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author to ITB Central Library in any medium, provided this notice is preserved
05 August 2010
Measuring Quality of Black Tea From Theaflavins Analysis Using Secondary Measurement
International Conference on Instrumentation, Communication and Information Technology (ICICI) 2005 Proc., August 3 -5 , 2005, Bandung, Indonesia
Measuring Quality of Black Tea From Theaflavins Analysis Using Secondary Measurement Melania S. Muntini1), Yul Y. Nazaruddin2), The Houw Liong 3), Lienda Handojo4)
1) Department of Physics, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Indonesia
2) Department of Engineering Physics, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
3) Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
4) Department of Chemical Engineering, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10 Bandung 40132, Indonesia
Phone/Fax: +62-22-2508138
E-mail: melania@students.tf.itb.ac.id, yul@tf.itb.ac.id
Abstract – Theaflavins (Tf) is a key compound that significantly contributes in the quality of black tea. It undergoes a series of chemical changes during the fermentation process. Fermentation is one of the most critical processes in black tea processing. There are many parameters that significantly influenced the process including room temperature, thickness of greendhool, and duration of the process. In general, it is difficult to measure theaflavins directly as it involves some chemical analysis and enzymes for pigment. An alternative approach, theaflavins is measured indirectly and inferred from easily made process measurements or secondary measurements. This inferential method of measurements employs a scheme which is called a virtual sensor, which is realized by integrating artificial neural networks with the Extended Kalman Filter algorithm. Secondary variables are several parameters of fermentation process and results of color analysis of tea liquid, whereas primary variable is Theaflavins. The data for implementing this proposed technique were obtained by conducting several real-time experiments at black tea factory in Indonesian Tea and Cinchona Research Institute (PPTK Gambung), West Java. Results show how the quality of black tea can be infered indirectly using the proposed technique.The mean and variance of error between the obtained output of virtual sensor algorithm and the output chemical analysis of theflavins were 1,81 x 10^-4 and 5,07 x 10^-6 respectively .
Keywords – artificial neural network, black tea, Extended Kalman Filter, indirect measurements, Theaflavins, virtual sensor
Measuring Quality of Black Tea From Theaflavins Analysis Using Secondary Measurement Melania S. Muntini1), Yul Y. Nazaruddin2), The Houw Liong 3), Lienda Handojo4)
1) Department of Physics, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Indonesia
2) Department of Engineering Physics, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
3) Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
4) Department of Chemical Engineering, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10 Bandung 40132, Indonesia
Phone/Fax: +62-22-2508138
E-mail: melania@students.tf.itb.ac.id, yul@tf.itb.ac.id
Abstract – Theaflavins (Tf) is a key compound that significantly contributes in the quality of black tea. It undergoes a series of chemical changes during the fermentation process. Fermentation is one of the most critical processes in black tea processing. There are many parameters that significantly influenced the process including room temperature, thickness of greendhool, and duration of the process. In general, it is difficult to measure theaflavins directly as it involves some chemical analysis and enzymes for pigment. An alternative approach, theaflavins is measured indirectly and inferred from easily made process measurements or secondary measurements. This inferential method of measurements employs a scheme which is called a virtual sensor, which is realized by integrating artificial neural networks with the Extended Kalman Filter algorithm. Secondary variables are several parameters of fermentation process and results of color analysis of tea liquid, whereas primary variable is Theaflavins. The data for implementing this proposed technique were obtained by conducting several real-time experiments at black tea factory in Indonesian Tea and Cinchona Research Institute (PPTK Gambung), West Java. Results show how the quality of black tea can be infered indirectly using the proposed technique.The mean and variance of error between the obtained output of virtual sensor algorithm and the output chemical analysis of theflavins were 1,81 x 10^-4 and 5,07 x 10^-6 respectively .
Keywords – artificial neural network, black tea, Extended Kalman Filter, indirect measurements, Theaflavins, virtual sensor
04 August 2010
Solar Effects on Weather and Climate
Proceedings of The 9th Asian-Pacific Regional IAU Meeting 2005, 79–80 (2005)
Solar Effects on Weather and Climate
in the Indonesian Archipelago
H. L. The1, P. M. Siregar2, and I. Radiman.3
1Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
2Department of Geophysics and Meteorology, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
3Department of Astronomy and Bosscha Observatory, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
ABSTRACT
From various stations at Geographic Latitudes from 6.0 N to 10.0 S throughout the Indonesian Archipelago, anomalies of yearly rainfall were collected and plotted to those of the yearly Sunspot Number between 1948 and 2003. It is shown that there is a tight correlation between solar activity and the various geophysical variables, such the cloud cover, the sea surface temperature and the rainfall throughout the region. The Number of Sunspot to Rainfall from each station against the Geomagnetic Latitude of the stations is also studied. The coefficients of correlations increase as we go to higher Geomagnetic Latitudes. This research shows that the knowledge of solar activities can be used to predict extreme weather in Indonesia.
Key words: solar cycles – geomagnetic effects – solar activity – extreme weather
Solar Effects on Weather and Climate
in the Indonesian Archipelago
H. L. The1, P. M. Siregar2, and I. Radiman.3
1Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
2Department of Geophysics and Meteorology, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
3Department of Astronomy and Bosscha Observatory, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
ABSTRACT
From various stations at Geographic Latitudes from 6.0 N to 10.0 S throughout the Indonesian Archipelago, anomalies of yearly rainfall were collected and plotted to those of the yearly Sunspot Number between 1948 and 2003. It is shown that there is a tight correlation between solar activity and the various geophysical variables, such the cloud cover, the sea surface temperature and the rainfall throughout the region. The Number of Sunspot to Rainfall from each station against the Geomagnetic Latitude of the stations is also studied. The coefficients of correlations increase as we go to higher Geomagnetic Latitudes. This research shows that the knowledge of solar activities can be used to predict extreme weather in Indonesia.
Key words: solar cycles – geomagnetic effects – solar activity – extreme weather
26 July 2010
SIMULASI APLIKASI ALGORITMA MULTIVARIBLE
SIMULASI APLIKASI ALGORITMA MULTIVARIBLE
GENERALIZED PREDICTIVE CONTROL
BERDASARKAN MODEL STATE-SPACE PLANT
KOLOM DISTILASI DAN PENGARUHNYA PADA
KINERJA PENGONTROL
Erwani M. Sartika1, The Houw Liong2, Edi Leksono3, Endra Joelianto3
1Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Indonesia
2Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
3Departemen Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
Abstrak
Makalah ini membahas aplikasi algoritma multivariable Generalized Predictive Control
(GPC) yang diturunkan dalam bentuk persamaan ruang keadaan oleh Andrzey W.Ordys and David W. Clarke pada tahun 1992. Algoritma multivariable GPC tersebut diaplikasikan pada plant proses yang umum digunakan yaitu plant kolom distilasi MIMO dalam bentuk persamaan ruang keadaan. Hasil aplikasi pada plant kolom distilasi tersebut ditunjukkan dalam bentuk simulasi menggunakan MATLAB, yang digunakan untuk menganalisa kinerja dari algoritma GPC Andrzey W.Ordys and David W. Clarke. Hasil pengamatan menunjukkan pengaruh parameter-parameter yang membuat kinerja pengontrol kolom distilasi ini dapat memperbaiki trayektori keluaran untuk mencapai set point yang diinginkan dan mengurangi sinyal kontrolnya.
Pengaruh gangguan dan perubahan setpoint selama proses juga diamati. Kinerja yang dihasilkan melalui aplikasi algoritma multivariable GPC pada plant kolom distilasi diperlihatkan oleh beberapa hasil simulasi.
GENERALIZED PREDICTIVE CONTROL
BERDASARKAN MODEL STATE-SPACE PLANT
KOLOM DISTILASI DAN PENGARUHNYA PADA
KINERJA PENGONTROL
Erwani M. Sartika1, The Houw Liong2, Edi Leksono3, Endra Joelianto3
1Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Indonesia
2Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
3Departemen Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
Abstrak
Makalah ini membahas aplikasi algoritma multivariable Generalized Predictive Control
(GPC) yang diturunkan dalam bentuk persamaan ruang keadaan oleh Andrzey W.Ordys and David W. Clarke pada tahun 1992. Algoritma multivariable GPC tersebut diaplikasikan pada plant proses yang umum digunakan yaitu plant kolom distilasi MIMO dalam bentuk persamaan ruang keadaan. Hasil aplikasi pada plant kolom distilasi tersebut ditunjukkan dalam bentuk simulasi menggunakan MATLAB, yang digunakan untuk menganalisa kinerja dari algoritma GPC Andrzey W.Ordys and David W. Clarke. Hasil pengamatan menunjukkan pengaruh parameter-parameter yang membuat kinerja pengontrol kolom distilasi ini dapat memperbaiki trayektori keluaran untuk mencapai set point yang diinginkan dan mengurangi sinyal kontrolnya.
Pengaruh gangguan dan perubahan setpoint selama proses juga diamati. Kinerja yang dihasilkan melalui aplikasi algoritma multivariable GPC pada plant kolom distilasi diperlihatkan oleh beberapa hasil simulasi.
16 July 2010
Classification of Agarwood Oil Using an Electronic Nose
Classification of Agarwood Oil Using an Electronic Nose
Wahyu Hidayat , Ali Yeon Md. Shakaff , Mohd Noor Ahmad and Abdul Hamid Adom
Sensor Technology and Applications Research Cluster, Universiti Malaysia Perlis (UniMAP), 01000 Kangar, Perlis, Malaysia
* Author to whom correspondence should be addressed.
Received: 1 March 2010; in revised form: 14 April 2010 / Accepted: 19 April 2010 / Published: 6 May 2010
(This article belongs to the Section Physical Sensors)
Abstract:
Presently, the quality assurance of agarwood oil is performed by sensory panels which has significant drawbacks in terms of objectivity and repeatability. In this paper, it is shown how an electronic nose (e-nose) may be successfully utilised for the classification of agarwood oil. Hierarchical Cluster Analysis (HCA) and Principal Component Analysis (PCA), were used to classify different types of oil. The HCA produced a dendrogram showing the separation of e-nose data into three different groups of oils. The PCA scatter plot revealed a distinct separation between the three groups. An Artificial Neural Network (ANN) was used for a better prediction of unknown samples.
Keywords: agarwood oil; e-nose; HCA; PCA; ANN; dimensionality reduction
Wahyu Hidayat , Ali Yeon Md. Shakaff , Mohd Noor Ahmad and Abdul Hamid Adom
Sensor Technology and Applications Research Cluster, Universiti Malaysia Perlis (UniMAP), 01000 Kangar, Perlis, Malaysia
* Author to whom correspondence should be addressed.
Received: 1 March 2010; in revised form: 14 April 2010 / Accepted: 19 April 2010 / Published: 6 May 2010
(This article belongs to the Section Physical Sensors)
Abstract:
Presently, the quality assurance of agarwood oil is performed by sensory panels which has significant drawbacks in terms of objectivity and repeatability. In this paper, it is shown how an electronic nose (e-nose) may be successfully utilised for the classification of agarwood oil. Hierarchical Cluster Analysis (HCA) and Principal Component Analysis (PCA), were used to classify different types of oil. The HCA produced a dendrogram showing the separation of e-nose data into three different groups of oils. The PCA scatter plot revealed a distinct separation between the three groups. An Artificial Neural Network (ANN) was used for a better prediction of unknown samples.
Keywords: agarwood oil; e-nose; HCA; PCA; ANN; dimensionality reduction
15 July 2010
Kebijakan Menghadapi Krisis di Indonesia
Kebijakan Menghadapi Krisis di Indonesia dengan memindahkan pusat kegiatan ke luar pulau Jawa(Pindahkan ibu kota dan pusat ekonomi/industri ke luar pulau Jawa).
The Houw Liong
Masalah besar yang harus ditangani di Indonesia ialah masalah distribusi penduduk dan kenaikan jumlah penduduk yang pesat. Penduduk Indonesia yang sudah mencapai 235 juta dengan pertambahan penduduk sekitar 2% tiap tahun, sehingga jumlahnya akan 2x lipat dalam waktu sekitar 70 tahun. Sebagian besar populasi yaitu sekitar 150 juta berada di pulau Jawa, karena pulau Jawa merupakan pusat kegiatan pemerintahan, industri, ekonomi dan pendidikan, sehingga orang akan bermigrasi ke pulau Jawa. Namun pulau Jawa sudah melampaui daya tampungnya, sehingga terjadi kerusakan lingkungan hidup, kemacetan lalu lintas, polusi yang melampaui batas sehingga akan menimbulkan krisis. Hal ini menyebabkan pengelolaan pulau Jawa menjadi sangat sulit.
Kebijakan yang perlu diambil ialah memindahkan secara bertahap pusat kegiatan tsb. ke luar pulau Jawa, sehingga terjadi migrasi secara alamiah dan mempercepat pembangunan di luar Jawa dan memudahkan pengelolaan di Jawa untuk memperbaiki lingkungan hidup, mencegah kemacetan lalu lintas, mengurangi polusi, dst.
Kebijakan lain yang juga penting ialah peningkatan gerakan keluarga berencana dan pola hidup yang hemat sumber alam dan energi (reduce, reuse, recycle, restore, replenish) serta pengembangan energi alternatif, sehingga secepatnya mengurangi kebergantungan dari energi fosil/BBM dan mengurangi polusi dan memanfaatkan sampah.
Rencana pemerintah untuk meningkatkan pemakaian energi geotermal sehingga memenuhi 15% dari kebutuhan energi Indonesia dalam tahun 2030 masih terlalu rendah sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan energi Indonesia, mengingat peningkatan kebutuhan energi diperkirakan akan meningkat lebih besar karena pertambahan penduduk dan pemakaian energi per orang akan meningkat juga.
Negara maju sudah memacu pemakaian energi nuklir untuk menggantikan energi fossil, walaupun disadari resiko PLTN cukup besar, sehingga diperlukan pengembangan teknologi nuklir generasi iii dan iv yang direncanakan akan lebih aman dan bisa mengurangi bahaya sampah nuklir.
The Houw Liong
Masalah besar yang harus ditangani di Indonesia ialah masalah distribusi penduduk dan kenaikan jumlah penduduk yang pesat. Penduduk Indonesia yang sudah mencapai 235 juta dengan pertambahan penduduk sekitar 2% tiap tahun, sehingga jumlahnya akan 2x lipat dalam waktu sekitar 70 tahun. Sebagian besar populasi yaitu sekitar 150 juta berada di pulau Jawa, karena pulau Jawa merupakan pusat kegiatan pemerintahan, industri, ekonomi dan pendidikan, sehingga orang akan bermigrasi ke pulau Jawa. Namun pulau Jawa sudah melampaui daya tampungnya, sehingga terjadi kerusakan lingkungan hidup, kemacetan lalu lintas, polusi yang melampaui batas sehingga akan menimbulkan krisis. Hal ini menyebabkan pengelolaan pulau Jawa menjadi sangat sulit.
Kebijakan yang perlu diambil ialah memindahkan secara bertahap pusat kegiatan tsb. ke luar pulau Jawa, sehingga terjadi migrasi secara alamiah dan mempercepat pembangunan di luar Jawa dan memudahkan pengelolaan di Jawa untuk memperbaiki lingkungan hidup, mencegah kemacetan lalu lintas, mengurangi polusi, dst.
Kebijakan lain yang juga penting ialah peningkatan gerakan keluarga berencana dan pola hidup yang hemat sumber alam dan energi (reduce, reuse, recycle, restore, replenish) serta pengembangan energi alternatif, sehingga secepatnya mengurangi kebergantungan dari energi fosil/BBM dan mengurangi polusi dan memanfaatkan sampah.
Rencana pemerintah untuk meningkatkan pemakaian energi geotermal sehingga memenuhi 15% dari kebutuhan energi Indonesia dalam tahun 2030 masih terlalu rendah sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan energi Indonesia, mengingat peningkatan kebutuhan energi diperkirakan akan meningkat lebih besar karena pertambahan penduduk dan pemakaian energi per orang akan meningkat juga.
Negara maju sudah memacu pemakaian energi nuklir untuk menggantikan energi fossil, walaupun disadari resiko PLTN cukup besar, sehingga diperlukan pengembangan teknologi nuklir generasi iii dan iv yang direncanakan akan lebih aman dan bisa mengurangi bahaya sampah nuklir.
09 July 2010
RELATIONSHIP OF INDONESIAN DROUGHT AND ENSO
JTM VOLUME IX NO3./2002
RELATIONSHIP OF INDONESIAN DROUGHT AND ENSO
by Bayong Tjasyono HK.*, The Houw liong**, P. A. Winarso***, Kartika L.*, Zadrach L. D.*, Plato M. S.*
*) Department of Geophysics and Meteorology, ITB
**) Department of Physics, ITB
***) Meteorological and Geophysical Agency, Jakarta
Abstract
Drought periods in the Indonesian maritime continent are affected by ENSO (El Niño – Southern Oscillation) events at the equatorial Pacific and the west coast of South America. During June to September 1997, many areas of Indonesia located mainly south of the equator and near Australian Continent suffered lack of sufficient water to meet requirement i. e. less than 60 mm per month. ENSO affects the activity of rainfall mainly in the eastern part rather than in the western part of the Indonesian maritime continen. The amount of rainfall in the ENSO event of 1997 is less, on the contrary the number of drought area is greater then that in the pre and post – ENSO events. Average dry pentad probability knowing the preceding two dry pentads increases from 15th pentad up to 50th pentad.
Keywords : Drought, ENSO, rainfall
RELATIONSHIP OF INDONESIAN DROUGHT AND ENSO
by Bayong Tjasyono HK.*, The Houw liong**, P. A. Winarso***, Kartika L.*, Zadrach L. D.*, Plato M. S.*
*) Department of Geophysics and Meteorology, ITB
**) Department of Physics, ITB
***) Meteorological and Geophysical Agency, Jakarta
Abstract
Drought periods in the Indonesian maritime continent are affected by ENSO (El Niño – Southern Oscillation) events at the equatorial Pacific and the west coast of South America. During June to September 1997, many areas of Indonesia located mainly south of the equator and near Australian Continent suffered lack of sufficient water to meet requirement i. e. less than 60 mm per month. ENSO affects the activity of rainfall mainly in the eastern part rather than in the western part of the Indonesian maritime continen. The amount of rainfall in the ENSO event of 1997 is less, on the contrary the number of drought area is greater then that in the pre and post – ENSO events. Average dry pentad probability knowing the preceding two dry pentads increases from 15th pentad up to 50th pentad.
Keywords : Drought, ENSO, rainfall
29 June 2010
Model Dinamika Sistem dan Krisis Dunia (Krisis Energi dan Sumber Alam).
Model Dinamika Sistem dan Krisis Dunia
Model Dinamika Sistem dan Krisis Dunia (Krisis Energi dan Sumber Alam).
The Houw Liong
Sekitar tahun 1960 -- 1970 Jay Forrester seorang guru besar di MIT mencetuskan model dinamika system yang dapat dipakai untuk menganalisis aliran barang pada industri dan kelompoknya berhasil memperluasnya untuk menganalisis dinamika system dunia. Kelompok yang dipimpinya mengambil populasi/jumlah penduduk , hasil industri dan pertanian, sumber alam dan lahan subur, polusi dan sampah sebagai kuantitas penting yang perlu diperhatikan.
Jumlah penduduk dunia naik sekitar 2% per tahun, meningkatnya jumlah penduduk secara eksponensial ini yang berarti populasi akan menjadi dua kali lipat setiap 70 tahun. Jumlah penduduk dunia ada sekitar 6 milyar dalam tahun 2000 dan kalau pertumbuhanya tetap 2%, maka dalam tahun 2070 akan menjadi 12 milyar manusia.
Populasi meningkat secara eksponensial berarti kebutuhan pangan, pakaian dan papan/perumahan akan meningkat, ini berarti hasil pertanian dan industri perlu ditingkatkan secara eksponensial pula, akibatnya sumber alam dan luas tanah subur akan menipis, polusi dan sampah akan bertambah, kalau ini berlangsung terus maka dunia akan menuju krisis.
Model ini menunjukkan bahwa tanpa strategi dan tindakan yang tepat sekitar tahun 2050 saja mungkin menusia sudah krisis air bersih, menipisnya sumber alam dan kerusakan lingkungan yang parah.
Memang model ini banyak dikritik dan ditunjukkan terdapat kelemahan, namun kecenderungan umum bahwa tanpa strategi dan tindakan yang tepat untuk menanganinya maka dunia akan menuju krisis.
Faktor lain yang sangat penting ialah pemakaian energi yang terus meningkat sehingga dalam beberapa tahun saja sudah mencapai puncak pemakaian BBM (peak oil) yaitu produksi BBM tidak bisa lagi memenuhi permintaan/pemakaian BBM, dan pengembangan energi alternatif tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi.
Hal ini menunjukkan bahwa dunia sedang menuju krisis energi.
Negara maju seperti Prancis memutuskan untuk memakai tenaga nuklir, walaupun disadari resiko kecelakaan reaktor nuklir tetap ada. Prancis memakai PLTN untuk memenuhi 78 % kebutuhannya dan juga menjualnya ke negara lain.
Negara berkembang seperti Indonesia masih harus mempersiapkan diri untuk bisa membangun PLTN yang memerlukan biaya puluhan trilyun rupiah dan pengetahuan serta keterampilan dan disiplin untuk mengoperasikan PLTN serta menangani sampah nuklir .
Indonesia juga sudah mendekati puncak pemakaian BBM untuk mengatasi hal tsb, pengembangan energi alternatif perlu dipercepat/digalakkan disertai dengan perubahan pola hidup yang hemat energi dan sumber alam dengan melakukan 3R ( reduce, reuse, recycle).
Model Dinamika Sistem dan Krisis Dunia (Krisis Energi dan Sumber Alam).
The Houw Liong
Sekitar tahun 1960 -- 1970 Jay Forrester seorang guru besar di MIT mencetuskan model dinamika system yang dapat dipakai untuk menganalisis aliran barang pada industri dan kelompoknya berhasil memperluasnya untuk menganalisis dinamika system dunia. Kelompok yang dipimpinya mengambil populasi/jumlah penduduk , hasil industri dan pertanian, sumber alam dan lahan subur, polusi dan sampah sebagai kuantitas penting yang perlu diperhatikan.
Jumlah penduduk dunia naik sekitar 2% per tahun, meningkatnya jumlah penduduk secara eksponensial ini yang berarti populasi akan menjadi dua kali lipat setiap 70 tahun. Jumlah penduduk dunia ada sekitar 6 milyar dalam tahun 2000 dan kalau pertumbuhanya tetap 2%, maka dalam tahun 2070 akan menjadi 12 milyar manusia.
Populasi meningkat secara eksponensial berarti kebutuhan pangan, pakaian dan papan/perumahan akan meningkat, ini berarti hasil pertanian dan industri perlu ditingkatkan secara eksponensial pula, akibatnya sumber alam dan luas tanah subur akan menipis, polusi dan sampah akan bertambah, kalau ini berlangsung terus maka dunia akan menuju krisis.
Model ini menunjukkan bahwa tanpa strategi dan tindakan yang tepat sekitar tahun 2050 saja mungkin menusia sudah krisis air bersih, menipisnya sumber alam dan kerusakan lingkungan yang parah.
Memang model ini banyak dikritik dan ditunjukkan terdapat kelemahan, namun kecenderungan umum bahwa tanpa strategi dan tindakan yang tepat untuk menanganinya maka dunia akan menuju krisis.
Faktor lain yang sangat penting ialah pemakaian energi yang terus meningkat sehingga dalam beberapa tahun saja sudah mencapai puncak pemakaian BBM (peak oil) yaitu produksi BBM tidak bisa lagi memenuhi permintaan/pemakaian BBM, dan pengembangan energi alternatif tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi.
Hal ini menunjukkan bahwa dunia sedang menuju krisis energi.
Negara maju seperti Prancis memutuskan untuk memakai tenaga nuklir, walaupun disadari resiko kecelakaan reaktor nuklir tetap ada. Prancis memakai PLTN untuk memenuhi 78 % kebutuhannya dan juga menjualnya ke negara lain.
Negara berkembang seperti Indonesia masih harus mempersiapkan diri untuk bisa membangun PLTN yang memerlukan biaya puluhan trilyun rupiah dan pengetahuan serta keterampilan dan disiplin untuk mengoperasikan PLTN serta menangani sampah nuklir .
Indonesia juga sudah mendekati puncak pemakaian BBM untuk mengatasi hal tsb, pengembangan energi alternatif perlu dipercepat/digalakkan disertai dengan perubahan pola hidup yang hemat energi dan sumber alam dengan melakukan 3R ( reduce, reuse, recycle).
28 June 2010
25 June 2010
21 June 2010
Prediction Model of Solar Radiation in Indonesian Regions Using ANFIS
MODEL PREDIKSI RADIASI MATAHARI WILAYAH INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ANFIS DAN APLIKASINYA
Master Theses from JBPTITBPP / 2009-12-31 16:16:13
Oleh : YUSUF SURYO UTOMO (NIM 22406001)
Pembimbing I : Prof. Dr. Bayong TJHK
Pembimbing II : Prof. Dr. The Houw Liong
Central Library Institute Technology Bandung
Dibuat : 2009, dengan 7 file
Correlation analysis shows a strong correlation between solar activity and cosmic ray flux and solar constant. A higher correlations (but with opposite sign) are found between solar constant variations and sunspot number variations than between variations in cosmic ray flux and solar constant. It was found a positive correlation between solar constant and sunspot number, with correlation coefficient about 0.89 and 0.96 for monthly and yearly data, respectively. In other hand, a negative correlation between solar constant and cosmic ray flux, i.e. –0.65 and –0.69. It was found a negative correlation also between solar activity and cosmic rays flux, i.e. –0.73 (monthly) and –0.77 (yearly). When solar activities decrease until minima condition, the cloud cover rate increase due to secondary ions produced by cosmic rays. The increasing of the cloud cover rate cause the decreasing of solar constant value and solar radiation on the earth surface.
Monthly solar radiation prediction for 14 locations in Indonesian region using Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) model has been done. Sunshine duration and solar radiation measurement of period 1994-2003 are used as input data. Generally, prediction using ANFIS method give a good result with low Root Mean Square Error (RMSE) relatively. Prediction time-length varies of 3 to 9 months with error prediction less than 10%, depends on characteristic and data length. In addition, prediction result has been validated using ground data and satellite data from NASA SSE website with error validation less than 10%.
In addition, the ANFIS outputs were used for designing a solar water pumping system by using Lost of Energy Probability (LOEP) method for application purpose. Using this method size of the system, i.e. area and number of PV module and battery capacity can be calculated. It was found 4 match locations for this system, i.e. Makassar, Pontianak, Padang and Bengkulu because of their higher direct radiation than diffuse radiation component.
Copyrights : Copyright Â(c) 2001 by ITB Central Library. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.
Master Theses from JBPTITBPP / 2009-12-31 16:16:13
Oleh : YUSUF SURYO UTOMO (NIM 22406001)
Pembimbing I : Prof. Dr. Bayong TJHK
Pembimbing II : Prof. Dr. The Houw Liong
Central Library Institute Technology Bandung
Dibuat : 2009, dengan 7 file
Correlation analysis shows a strong correlation between solar activity and cosmic ray flux and solar constant. A higher correlations (but with opposite sign) are found between solar constant variations and sunspot number variations than between variations in cosmic ray flux and solar constant. It was found a positive correlation between solar constant and sunspot number, with correlation coefficient about 0.89 and 0.96 for monthly and yearly data, respectively. In other hand, a negative correlation between solar constant and cosmic ray flux, i.e. –0.65 and –0.69. It was found a negative correlation also between solar activity and cosmic rays flux, i.e. –0.73 (monthly) and –0.77 (yearly). When solar activities decrease until minima condition, the cloud cover rate increase due to secondary ions produced by cosmic rays. The increasing of the cloud cover rate cause the decreasing of solar constant value and solar radiation on the earth surface.
Monthly solar radiation prediction for 14 locations in Indonesian region using Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) model has been done. Sunshine duration and solar radiation measurement of period 1994-2003 are used as input data. Generally, prediction using ANFIS method give a good result with low Root Mean Square Error (RMSE) relatively. Prediction time-length varies of 3 to 9 months with error prediction less than 10%, depends on characteristic and data length. In addition, prediction result has been validated using ground data and satellite data from NASA SSE website with error validation less than 10%.
In addition, the ANFIS outputs were used for designing a solar water pumping system by using Lost of Energy Probability (LOEP) method for application purpose. Using this method size of the system, i.e. area and number of PV module and battery capacity can be calculated. It was found 4 match locations for this system, i.e. Makassar, Pontianak, Padang and Bengkulu because of their higher direct radiation than diffuse radiation component.
Copyrights : Copyright Â(c) 2001 by ITB Central Library. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.
17 June 2010
Weather/Climate Regional Model in Indonesia and Terrestrial Effects of Solar Activity
Weather/Climate Regional Model in Indonesia
and Terrestrial Effects of Solar Activity
Plato M. Siregar 1) Deni Septiadi 2) The Houw Liong 3)
1) Science Atmosphere Division, Faculty of Earth Science and Mineral Technology, ITB
2) Climatology Station of Siantan Pontianak, Meteorologycal and Geophysical Agency, BMG
3) Physics of Complex System Division, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, ITB
ABSTRACT
Weather/Climate in Indonesia is influenced by four main quasi periodic cycles: Solar Activity Cycle (Sunspot Numbers Cycle), Galactic Cosmic Ray Cycle, El Nino Southern Oscillation (ENSO) Cycle, and Indian Ocean Dipole Mode (IOD) Cycle. It can be shown that solar activity cycle can be considered as primary cycle that influence other cycles. In practice eastern Indonesian region is dominantly influenced by ENSO. When the heat pools moves to eastern Indonesian region, then rainfall in this region will be above normal. On the other hand when the heat pool leaves eastern Indonesian region and moves to Pacific Ocean then the rainfall in this region will be below normal.
During a typical Indian Ocean Dipole Mode (IOD) event the weakening and reversal of winds in the central equatorial Indian Ocean lead to the development of unusually warm sea surface temperatures in the western Indian Ocean. IOD negative means wet condition or the rainfall will be above normal along the western Indonesian region.
Precipitation in Pontianak region which represent middle Indonesian region correlated strongly with sunspot numbers cycle (solar activity cycle).
Using ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System) we are able to predict sunspot numbers cycles so that extreme weather in Indonesian regions can be predicted.
Fuzzy c-means is used to classify regions that are influenced strongly by sunspot numbers (solar activity), IOD, and ENSO cycles. This method is based on fuzzy set as fuzzy c-partition of three cycles above and as cluster center. Fuzzy c-partition matrix for grouping a collection of n data set into c classes.
This study explores the physical of climate predictions and classifications of Indonesian regions and its physical interpretations.
This research using monthly rainfall data (mm) collected by 5 raingauges in West Kalimantan (BMKG) with 46 years length of data (1961-2006). Additionally data are monthly sunspot and cosmic rays data (1961-2006) of Royal Observatory of Belgium and Sunspot Index Data Center at http://www.astro.oma.be/SIDC.
Keywords : ANFIS, fuzzy clustering, climate, solar activity
and Terrestrial Effects of Solar Activity
Plato M. Siregar 1) Deni Septiadi 2) The Houw Liong 3)
1) Science Atmosphere Division, Faculty of Earth Science and Mineral Technology, ITB
2) Climatology Station of Siantan Pontianak, Meteorologycal and Geophysical Agency, BMG
3) Physics of Complex System Division, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, ITB
ABSTRACT
Weather/Climate in Indonesia is influenced by four main quasi periodic cycles: Solar Activity Cycle (Sunspot Numbers Cycle), Galactic Cosmic Ray Cycle, El Nino Southern Oscillation (ENSO) Cycle, and Indian Ocean Dipole Mode (IOD) Cycle. It can be shown that solar activity cycle can be considered as primary cycle that influence other cycles. In practice eastern Indonesian region is dominantly influenced by ENSO. When the heat pools moves to eastern Indonesian region, then rainfall in this region will be above normal. On the other hand when the heat pool leaves eastern Indonesian region and moves to Pacific Ocean then the rainfall in this region will be below normal.
During a typical Indian Ocean Dipole Mode (IOD) event the weakening and reversal of winds in the central equatorial Indian Ocean lead to the development of unusually warm sea surface temperatures in the western Indian Ocean. IOD negative means wet condition or the rainfall will be above normal along the western Indonesian region.
Precipitation in Pontianak region which represent middle Indonesian region correlated strongly with sunspot numbers cycle (solar activity cycle).
Using ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System) we are able to predict sunspot numbers cycles so that extreme weather in Indonesian regions can be predicted.
Fuzzy c-means is used to classify regions that are influenced strongly by sunspot numbers (solar activity), IOD, and ENSO cycles. This method is based on fuzzy set as fuzzy c-partition of three cycles above and as cluster center. Fuzzy c-partition matrix for grouping a collection of n data set into c classes.
This study explores the physical of climate predictions and classifications of Indonesian regions and its physical interpretations.
This research using monthly rainfall data (mm) collected by 5 raingauges in West Kalimantan (BMKG) with 46 years length of data (1961-2006). Additionally data are monthly sunspot and cosmic rays data (1961-2006) of Royal Observatory of Belgium and Sunspot Index Data Center at http://www.astro.oma.be/SIDC.
Keywords : ANFIS, fuzzy clustering, climate, solar activity
09 June 2010
Variabilitas Harian Equatorial Spread F di Atas Biak
Indonesian Journal of Physics, Vol 12, No 3 (2001)
Variabilitas Harian Equatorial Spread F di Atas Biak (01 derajat LS, 135 derajat BT)
Buldan Muslim, Sarmoko Saroso, The Houw Liong
Abstract
Kejadian equatorial spread F (ESF) di Biak (01 derajat LS, 135 derajat BT) telah diteliti berdasarkan data harian selama Maret dan April tahun 1992 dengan kondisi "sunspot" sedang dalam bentuk laju pertumbuhan ketidakteraturan menggunakan mekanisme ketidakmantapan Gravitational Rayleigh-Taylor (GRT) yang meliputi instabilitas gravitasi dan persilangan antara medan listrik dan medan magnet. Statistik kejadian ESF di Biak telah diuji dalam hubungannya dengan variasi ketinggian maksimum h'F setelah matahari terbenam, kecepatan kenaikan h'F dan fluktuasi dari kenaikan tersebut. Selain itu juga dikaitkan dengan aktivitas matahari dan geomagnet. Didapatkan bahwa variasi harian kejadian ESF di Biak dapat dijelaskan dengan baik secara umum menggunakan dasar mekanisme GRT. Berdasarkan pada data Maret tahun 1992 - 1995 kejadian ESF menurun dengan berkurangnya aktivitas matahari.
Variabilitas Harian Equatorial Spread F di Atas Biak (01 derajat LS, 135 derajat BT)
Buldan Muslim, Sarmoko Saroso, The Houw Liong
Abstract
Kejadian equatorial spread F (ESF) di Biak (01 derajat LS, 135 derajat BT) telah diteliti berdasarkan data harian selama Maret dan April tahun 1992 dengan kondisi "sunspot" sedang dalam bentuk laju pertumbuhan ketidakteraturan menggunakan mekanisme ketidakmantapan Gravitational Rayleigh-Taylor (GRT) yang meliputi instabilitas gravitasi dan persilangan antara medan listrik dan medan magnet. Statistik kejadian ESF di Biak telah diuji dalam hubungannya dengan variasi ketinggian maksimum h'F setelah matahari terbenam, kecepatan kenaikan h'F dan fluktuasi dari kenaikan tersebut. Selain itu juga dikaitkan dengan aktivitas matahari dan geomagnet. Didapatkan bahwa variasi harian kejadian ESF di Biak dapat dijelaskan dengan baik secara umum menggunakan dasar mekanisme GRT. Berdasarkan pada data Maret tahun 1992 - 1995 kejadian ESF menurun dengan berkurangnya aktivitas matahari.
Analysis of the chaos dynamics in(Xn,Xn+1)plane
arXiv.org > nlin > arXiv:nlin/0205032
Nonlinear Sciences > Chaotic Dynamics
Analysis of the chaos dynamics in(Xn,Xn+1)plane
S. Soegianto, The Houw Liong
(Submitted on 15 May 2002)
in the last decade, studies of chaotic system are more often used for classical choatic system than for quantum chaotic system, there are many ways of observing the chaotic system such us analyzing the frequency with Fourier transform or analyzing initial condition distance with Liapunov Exponent, this paper explains dynamic chaotic process by observing trajectory of dynamic system in (Xn,Xn+1) Comments: 7 pages, 17 figure
Subjects: Chaotic Dynamics (nlin.CD)
Cite as: arXiv:nlin/0205032v1 [nlin.CD]
Submission history
From: Soegianto Soelistiono [view email]
[v1] Wed, 15 May 2002 08:38:36 GMT (107kb)
Nonlinear Sciences > Chaotic Dynamics
Analysis of the chaos dynamics in(Xn,Xn+1)plane
S. Soegianto, The Houw Liong
(Submitted on 15 May 2002)
in the last decade, studies of chaotic system are more often used for classical choatic system than for quantum chaotic system, there are many ways of observing the chaotic system such us analyzing the frequency with Fourier transform or analyzing initial condition distance with Liapunov Exponent, this paper explains dynamic chaotic process by observing trajectory of dynamic system in (Xn,Xn+1) Comments: 7 pages, 17 figure
Subjects: Chaotic Dynamics (nlin.CD)
Cite as: arXiv:nlin/0205032v1 [nlin.CD]
Submission history
From: Soegianto Soelistiono [view email]
[v1] Wed, 15 May 2002 08:38:36 GMT (107kb)
02 June 2010
Magnetic Properties of Igneous Rocks from Banyuwangi, East Java
Indonesian Journal of Physics, Vol 16, No 2 (2005)
Magnetic Properties of Igneous Rocks from Banyuwangi, East Java And Their Reliability for Paleomagnetic Study
La Ode Ngkoimani, Satria Bijaksana, Mahrizal , Chalid Idham Abdullah, The Houw Liong
Abstract
We have measured 78 oriented specimens taken form two igneous intrusions in Gunung Nangkajajar at the eastern tip of Java near the town of Banyuwangi for rock magnetic and paleomagnetic investigations. The two intrusions are then referred to as ANBW and DINJ respectively. Upon magnetic measurements, ANBW specimens are found to be magnetically stronger than their DINJ counterparts are. Nevertheless, the specimens in the two sites are suitable for paleomagnetic study as they are magnetically quite isotropic with percent anisotropy well below 10% and magnetic remanence that are stable and consistent upon demagnetization. The consistency of remanence is indicated by the low value of limit or size of cone of confidence, simply referred to as a95 and by the high value of precision parameter k. The results show that paleolatitude of these intrusions was about thirty degree South (30° S), which is far south than their present position. The actual motion of these sites is still being investigated, as no absolute age is known for them. Nevertheless, these paleomagnetic finding is very important as no paleomagnetic data ever existed for the eastern tip of Java.
Magnetic Properties of Igneous Rocks from Banyuwangi, East Java And Their Reliability for Paleomagnetic Study
La Ode Ngkoimani, Satria Bijaksana, Mahrizal , Chalid Idham Abdullah, The Houw Liong
Abstract
We have measured 78 oriented specimens taken form two igneous intrusions in Gunung Nangkajajar at the eastern tip of Java near the town of Banyuwangi for rock magnetic and paleomagnetic investigations. The two intrusions are then referred to as ANBW and DINJ respectively. Upon magnetic measurements, ANBW specimens are found to be magnetically stronger than their DINJ counterparts are. Nevertheless, the specimens in the two sites are suitable for paleomagnetic study as they are magnetically quite isotropic with percent anisotropy well below 10% and magnetic remanence that are stable and consistent upon demagnetization. The consistency of remanence is indicated by the low value of limit or size of cone of confidence, simply referred to as a95 and by the high value of precision parameter k. The results show that paleolatitude of these intrusions was about thirty degree South (30° S), which is far south than their present position. The actual motion of these sites is still being investigated, as no absolute age is known for them. Nevertheless, these paleomagnetic finding is very important as no paleomagnetic data ever existed for the eastern tip of Java.
27 May 2010
Cara mengatasi krisis energi dan sumber alam di dunia dan khususnya di Indonesia
Cara mengatasi krisis energi dan sumber alam di dunia dan khususnya di Indonesia
The Houw Liong
Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat yang sekarang jumlah penduduk dunia sudah mencapai 6,5 milyar, diperkirakan dalam tahun 2050 jumlah penduduk mencapai 9 milyar orang, dipacunya industrialisasi dan transportasi yang sekarang telah menghabiskan sekitar 80 juta barrel BBM setiap hari mengakibatkan menipisnya sumber alam dan BBM, terdesaknya daerah pertanian, timbulnya pencemaran, jurang kelompok kaya dan miskin yang makin lebar.
Model matematik yang dikenal sebagai dinamika sistem (Jay Forrester) menyatakan bahwa pertumbuhan semacam ini menuju ke pertumbuhan yang menuju ke keadaan krisis (unsustainable development). Hal ini timbul sebab persediaan BBM (termasuk migas)dunia diperkirakan hanya berlangsung untuk 50 tahun saja, dan pengembangan energi alternatif lain masih terlalu lambat untuk menggantikan peranan BBM. Energi nuklir diperkirakan dapat menggantikan kebutuhan energi masa depan, namun teknologinya hanya dikuasai oleh negara maju saja, kebijakan negara maju membatasi perkembangan PLTN di negara berkembang. Selain itu perpacuan senjata nuklir dan keserakahan manusia mengancam terjadinya perang nuklir yang dapat menghancurkan dunia ini.
Apakah pengetahuan manusia mengenai sistem kompleks, ekologi, kecerdasannya, kearifannya, kesadaran manusia terdapatnya nilai luhur yang bersumber pada agama dan tradisi akan mengangkat harkat dan martabat umat manusia dapat mengalahkan persoalan pertambahan entropi yang terlalu cepat yang dihadapi manusia sekarang yaitu persoalan meningkatnya kebutuhan karena meningkatnya populasi manusia secara eksponensial yang disertai dengan kerusakan lingkungan hidup, meningkatnya pencemaran, menipisnya sumber alam bertambah lebarnya jurang kaya – miskin tsb?
Selain itu keadaan seperti itu bisa memicu konflik antar kelompok , antar bangsa, antar ideologi, antar agama.
Untuk mengatasi hal tsb diperlukan manusia yang dapat melepaskan diri dari kepentingan diri sendiri atau kepentingan kelompok yang berjangka pendek, diperlukan manusia yang dapat berpikir ke masa depan yang dapat memanfaatkan teknologi yang menghemat sumber alam, menjaga kelestarian lingkungan hidup, mengurangi pencemaran, gaya hidup yang memiliki toleransi terhadap kebinekaan dan memanfaatkanya untuk kepentingan bersama demi kelangsungan pengembangan umat manusia.
Cara yang bijak untuk mengatasi krisis energi dan sumber alam adalah dengan melaksanakan keluarga berencana sehingga mengarah pada pertumbuhan nol (zero growth), mengembangkan energi alternatif dan mengubah pola hidup yang boros pemakaian energi dan sumber alam menjadi pola hidup yang menghemat pemakaian energi dan sumber alam dengan melakukan 5R(reduce, reuse,recycle, restore and replenish) serta memperhatikan dan mempertahankan lingkungan hidup sehingga tidak merusak siklus ekologi.Sumber alam yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan umat manusia, namun tidak cukup untuk memenuhi keserakahan manusia.
Kunci utama untuk mengatasi berbagai krisis yang melanda Indonesia ialah kecerdasan rakyat untuk memilih pemimpin yang cerdas yang memahami meningkatnya kebutuhan manusia serta keterbatasan/menipisnya sumber alam, visioner dan mempunyai integritas moral serta memahami akar dari krisis itu. Rakyat dapat mengevaluasi program yang diajukan calon pemimpin sehingga dapat memilih pemimpin yang dapat membangkitkan Indonesia untuk mengatasi berbagai krisis tsb.Hal ini diperlukan khususnya untuk menghadapi pemilu (pemilihan presiden) tahun 2014.
The Houw Liong
Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat yang sekarang jumlah penduduk dunia sudah mencapai 6,5 milyar, diperkirakan dalam tahun 2050 jumlah penduduk mencapai 9 milyar orang, dipacunya industrialisasi dan transportasi yang sekarang telah menghabiskan sekitar 80 juta barrel BBM setiap hari mengakibatkan menipisnya sumber alam dan BBM, terdesaknya daerah pertanian, timbulnya pencemaran, jurang kelompok kaya dan miskin yang makin lebar.
Model matematik yang dikenal sebagai dinamika sistem (Jay Forrester) menyatakan bahwa pertumbuhan semacam ini menuju ke pertumbuhan yang menuju ke keadaan krisis (unsustainable development). Hal ini timbul sebab persediaan BBM (termasuk migas)dunia diperkirakan hanya berlangsung untuk 50 tahun saja, dan pengembangan energi alternatif lain masih terlalu lambat untuk menggantikan peranan BBM. Energi nuklir diperkirakan dapat menggantikan kebutuhan energi masa depan, namun teknologinya hanya dikuasai oleh negara maju saja, kebijakan negara maju membatasi perkembangan PLTN di negara berkembang. Selain itu perpacuan senjata nuklir dan keserakahan manusia mengancam terjadinya perang nuklir yang dapat menghancurkan dunia ini.
Apakah pengetahuan manusia mengenai sistem kompleks, ekologi, kecerdasannya, kearifannya, kesadaran manusia terdapatnya nilai luhur yang bersumber pada agama dan tradisi akan mengangkat harkat dan martabat umat manusia dapat mengalahkan persoalan pertambahan entropi yang terlalu cepat yang dihadapi manusia sekarang yaitu persoalan meningkatnya kebutuhan karena meningkatnya populasi manusia secara eksponensial yang disertai dengan kerusakan lingkungan hidup, meningkatnya pencemaran, menipisnya sumber alam bertambah lebarnya jurang kaya – miskin tsb?
Selain itu keadaan seperti itu bisa memicu konflik antar kelompok , antar bangsa, antar ideologi, antar agama.
Untuk mengatasi hal tsb diperlukan manusia yang dapat melepaskan diri dari kepentingan diri sendiri atau kepentingan kelompok yang berjangka pendek, diperlukan manusia yang dapat berpikir ke masa depan yang dapat memanfaatkan teknologi yang menghemat sumber alam, menjaga kelestarian lingkungan hidup, mengurangi pencemaran, gaya hidup yang memiliki toleransi terhadap kebinekaan dan memanfaatkanya untuk kepentingan bersama demi kelangsungan pengembangan umat manusia.
Cara yang bijak untuk mengatasi krisis energi dan sumber alam adalah dengan melaksanakan keluarga berencana sehingga mengarah pada pertumbuhan nol (zero growth), mengembangkan energi alternatif dan mengubah pola hidup yang boros pemakaian energi dan sumber alam menjadi pola hidup yang menghemat pemakaian energi dan sumber alam dengan melakukan 5R(reduce, reuse,recycle, restore and replenish) serta memperhatikan dan mempertahankan lingkungan hidup sehingga tidak merusak siklus ekologi.Sumber alam yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan umat manusia, namun tidak cukup untuk memenuhi keserakahan manusia.
Kunci utama untuk mengatasi berbagai krisis yang melanda Indonesia ialah kecerdasan rakyat untuk memilih pemimpin yang cerdas yang memahami meningkatnya kebutuhan manusia serta keterbatasan/menipisnya sumber alam, visioner dan mempunyai integritas moral serta memahami akar dari krisis itu. Rakyat dapat mengevaluasi program yang diajukan calon pemimpin sehingga dapat memilih pemimpin yang dapat membangkitkan Indonesia untuk mengatasi berbagai krisis tsb.Hal ini diperlukan khususnya untuk menghadapi pemilu (pemilihan presiden) tahun 2014.
12 May 2010
Numerical Modeling of Hydrothermal System in Kamojang
PEMODELAN NUMERIK SISTEM HIDROTERMAL DI LAPANGAN PANASBUMI KAMOJANG JAWA BARAT
PhD Theses from #PUBLISHER# / 2006-04-19 08:42:25
Oleh : SUMARDI, S3 - Mathematics and Natural Sciences
Promotor : Prof. Dr. The Houw Liong
Co-Promotor : Prof. Dr. Srijatno Wirjosudirdjo.
Co-Promotor : Dr. Alamta Singarimbun
Keyword :
Numerical modelling, hydrothermal system, weak causality system
Nomor Panggil (DDC) :
T 621. 440 151 5 SUM
Sumber pengambilan dokumen : 20050699
abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah mencari model yang paling sesuai pada sistem hidrotermal di lapangan panasbumi Kamojang. Model tersebut dianalisis dengan simulator beda hingga clan simulator elemen hingga yang dibuat dalam penelitian ini dan divalidasi dengan simulator TOUGH2. Simulator elemen hingga digunakan sebagai pembanding untuk menganalisis distribusi tekanan. Simulator beda hingga digunakan untuk menganalisis distribusi tekanan karena laju infiltrasi fluktuatif, laju discharge yang konstan, laju discharge yang berkurang secara eksponensial, dan laju discharge berubah secara chaotic. Simulator beda hingga juga digunakan untuk menganalisis distribusi temperatur.
Sistem hidrotermal di lapangan panasbumi Kamojang dapat dimodelkan sebagai sistem kausalitas lemah karena sistem ini mendapat gangguan chaotic dari atmosfer berupa curah hujan yang berfluktuasi dan aliran turbulensi massa serta panas dari fluida di bawahnya yang mengakibatkan perubahan chaotic laju discharge. Gangguan chaotic curah hujan mempunyai pengaruh kecil pada model hidrotermal di lapangan panasbumi Kamojang. Gangguan chaotic dari fluida di bawahnya mempunyai pengaruh besar pada model itu. Dengan memasukkan gangguan chaotic ini diperoleh model hidrotermal yang mempunyai kemampuan prediksi jangka pendek dengan kesalahan relatif 17,5%. Model hidrotermal lain yang melakukan prediksi jangka panjang dengan laju discharge konstan, laju discharge yang berkurang secara eksponensial, variasi heterogenitas batuan dan ukuran kisi, menghasilkan kesalahan relatif lebih besar dari 21%
Simulator beda hingga clan simulator TOUGH2 juga digunakan untuk menganalisis distribusi temperatur pada model lapisan reservoir dengan permeabilitas homogen clan laju discharge konstan. Simulator beda hingga menghasilkan kesalahan relatif 4,4%, sedangkan simulator TOUGH2 menghasilkan kesalahan relatif 3,2%.
Deskripsi Alternatif :
Abstract:
This objective of research is to explore the most appropriate model of hydrothermal system in the geothermal field of Kamojang. The model is analyzed by using finite difference and finite element simulators that are made in this research and are validated by using TOUGH2 simulator. The finite element simulator is used as a comparator to analyze the pressure distributions. The finite difference simulator is used to analyze the pressure distributions caused by fluctuated infiltration rate, discharge rates which are constant, exponentially decline, and chaotic change. It is also used to analyze the temperature distributions.
The hydrothermal system in the geothermal field of Kamojang can be modeled as a weak causality system because it subjects to the chaotic pertubation from the atmosphere such as fluctuated rainfall and the turbulent mass and heat flows from the lower fluid so that the discharge rates change in chaotic manner. The chaotic perturbation of rainfall has a little effect to the hydrothermal model of Kamojang. The chaotic perturbation of lower fluid has a large effect to it. By including this chaotic perturbation, it is found the hydrothermal model that has short term prediction ability with relative error 17.5%. The other model of hydrothermal system that performs long term prediction with constant and exponentially decline discharge rates, the variations of rock heterogeneity and grid size, result in the relative error greater than 21%.
The finite difference and TOUGH2 simulators are also used to analyze the temperature distributions in a layer reservoir model with homogeneous permeability and constant discharge rates. The finite difference simulator results in the relative error of 4.4%, while the TOUGH2 simulator results in the relative error of 3.2%.
PhD Theses from #PUBLISHER# / 2006-04-19 08:42:25
Oleh : SUMARDI, S3 - Mathematics and Natural Sciences
Promotor : Prof. Dr. The Houw Liong
Co-Promotor : Prof. Dr. Srijatno Wirjosudirdjo.
Co-Promotor : Dr. Alamta Singarimbun
Keyword :
Numerical modelling, hydrothermal system, weak causality system
Nomor Panggil (DDC) :
T 621. 440 151 5 SUM
Sumber pengambilan dokumen : 20050699
abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah mencari model yang paling sesuai pada sistem hidrotermal di lapangan panasbumi Kamojang. Model tersebut dianalisis dengan simulator beda hingga clan simulator elemen hingga yang dibuat dalam penelitian ini dan divalidasi dengan simulator TOUGH2. Simulator elemen hingga digunakan sebagai pembanding untuk menganalisis distribusi tekanan. Simulator beda hingga digunakan untuk menganalisis distribusi tekanan karena laju infiltrasi fluktuatif, laju discharge yang konstan, laju discharge yang berkurang secara eksponensial, dan laju discharge berubah secara chaotic. Simulator beda hingga juga digunakan untuk menganalisis distribusi temperatur.
Sistem hidrotermal di lapangan panasbumi Kamojang dapat dimodelkan sebagai sistem kausalitas lemah karena sistem ini mendapat gangguan chaotic dari atmosfer berupa curah hujan yang berfluktuasi dan aliran turbulensi massa serta panas dari fluida di bawahnya yang mengakibatkan perubahan chaotic laju discharge. Gangguan chaotic curah hujan mempunyai pengaruh kecil pada model hidrotermal di lapangan panasbumi Kamojang. Gangguan chaotic dari fluida di bawahnya mempunyai pengaruh besar pada model itu. Dengan memasukkan gangguan chaotic ini diperoleh model hidrotermal yang mempunyai kemampuan prediksi jangka pendek dengan kesalahan relatif 17,5%. Model hidrotermal lain yang melakukan prediksi jangka panjang dengan laju discharge konstan, laju discharge yang berkurang secara eksponensial, variasi heterogenitas batuan dan ukuran kisi, menghasilkan kesalahan relatif lebih besar dari 21%
Simulator beda hingga clan simulator TOUGH2 juga digunakan untuk menganalisis distribusi temperatur pada model lapisan reservoir dengan permeabilitas homogen clan laju discharge konstan. Simulator beda hingga menghasilkan kesalahan relatif 4,4%, sedangkan simulator TOUGH2 menghasilkan kesalahan relatif 3,2%.
Deskripsi Alternatif :
Abstract:
This objective of research is to explore the most appropriate model of hydrothermal system in the geothermal field of Kamojang. The model is analyzed by using finite difference and finite element simulators that are made in this research and are validated by using TOUGH2 simulator. The finite element simulator is used as a comparator to analyze the pressure distributions. The finite difference simulator is used to analyze the pressure distributions caused by fluctuated infiltration rate, discharge rates which are constant, exponentially decline, and chaotic change. It is also used to analyze the temperature distributions.
The hydrothermal system in the geothermal field of Kamojang can be modeled as a weak causality system because it subjects to the chaotic pertubation from the atmosphere such as fluctuated rainfall and the turbulent mass and heat flows from the lower fluid so that the discharge rates change in chaotic manner. The chaotic perturbation of rainfall has a little effect to the hydrothermal model of Kamojang. The chaotic perturbation of lower fluid has a large effect to it. By including this chaotic perturbation, it is found the hydrothermal model that has short term prediction ability with relative error 17.5%. The other model of hydrothermal system that performs long term prediction with constant and exponentially decline discharge rates, the variations of rock heterogeneity and grid size, result in the relative error greater than 21%.
The finite difference and TOUGH2 simulators are also used to analyze the temperature distributions in a layer reservoir model with homogeneous permeability and constant discharge rates. The finite difference simulator results in the relative error of 4.4%, while the TOUGH2 simulator results in the relative error of 3.2%.
06 May 2010
FINITE ELEMENT METHOD TO VISUALIZE FLOW PATTERN AND TEMPERATURE DISTRIBUTION IN TWO-DIMENSIONAL LIQUID-DOMINATED GEOTHERMAL SYSTEM
Jurnal SIGMA, ISSN: 1410-5888
Volume 7, Nomor 1, Januari 2004
FINITE ELEMENT METHOD TO VISUALIZE FLOW PATTERN AND TEMPERATURE DISTRIBUTION IN TWO-DIMENSIONAL LIQUID-DOMINATED GEOTHERMAL SYSTEM
Yosaphat Sumardi
Department of Physics Education, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Alamat e-mail: yosaphat@indosat.net.id
The Houw Liong, Srijatno Wirjosoedirdjo, Alamta Singarimbu
Department of Physics, FMIPA Institut Teknologi Bandung
Abstract
The finite element method is used to visualize the development of flow pattern and temperature distribution in two-dimensional liquid-dominated geothermal system. This system is assumed as a homogenous porous host rock that is fully saturated by pure water. FEMLAB software is used to solve the differential equations of flow and transport simultaneously. The different flow pattern and temperature distribution appear with increasing simulation time.
Keywords:
Finite element method, flow pattern, temperature distribution, two-dimensional liquid-dominated geothermal system
Volume 7, Nomor 1, Januari 2004
FINITE ELEMENT METHOD TO VISUALIZE FLOW PATTERN AND TEMPERATURE DISTRIBUTION IN TWO-DIMENSIONAL LIQUID-DOMINATED GEOTHERMAL SYSTEM
Yosaphat Sumardi
Department of Physics Education, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Alamat e-mail: yosaphat@indosat.net.id
The Houw Liong, Srijatno Wirjosoedirdjo, Alamta Singarimbu
Department of Physics, FMIPA Institut Teknologi Bandung
Abstract
The finite element method is used to visualize the development of flow pattern and temperature distribution in two-dimensional liquid-dominated geothermal system. This system is assumed as a homogenous porous host rock that is fully saturated by pure water. FEMLAB software is used to solve the differential equations of flow and transport simultaneously. The different flow pattern and temperature distribution appear with increasing simulation time.
Keywords:
Finite element method, flow pattern, temperature distribution, two-dimensional liquid-dominated geothermal system
30 April 2010
Lattice-Gas Automata for Numerical Experimental Verification of Maxwell-Boltzmann Distribution
Kontribusi Fisika Indonesia
Vol. 12 No.3, Juli 2001
68
Lattice-Gas Automata for Numerical Experimental Verification of
Maxwell-Boltzmann Distribution
Siti Nurul Khotimah, Idam Arif, and The Houw Liong
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesa 10 Bandung 40132
e-mail: nurul@fi.itb.ac.id
Abstract
Lattice-gas automata model has been applied to simulate the distribution function of gas molecules. This study shows a transition of a single-component velocity distribution from its initial non-equilibrium to its final equilibrium. The distribution is independent of time when the system reaches its equilibrium. For a
sufficiently dilute gas in equilibrium, the distribution function of x-velocity component is a Maxwell-Boltzmann distribution with its average velocity component is between zero and 3% of its maximum value.
This numerical experiment also obtained that the speed distribution for two-dimensional problem is a Maxwell-Boltzmann distribution. From 12 trials, average and root mean square speeds are (8.6±0.3) and (9.7±0.3) lattice units per time step respectively. We introduce a factor β to converse the unit of speed to be in meter per second. Therefore, the absolute temperature (in Kelvin) of the experiment is expressed in the mass of one molecule and Boltzmann constant as (m/k)(47.1 ± 3.2)β^2.
Keywords: Lattice-gas automata, Maxwell-Boltzmann distribution, Kinetic theory, Boltzmann transport equation
Abstrak
Model lattice-gas automata telah digunakan untuk mensimulasi fungsi distribusi molekul-molekul gas.
Makalah ini memperlihatkan suatu transisi distribusi kecepatan untuk satu komponen tertentu dari keadaan awal yang tidak setimbang menuju keaadaan akhir yang setimbang. Ketika sistem mencapai kesetimbangan,fungsi distribusinya tidak bergantung pada waktu. Untuk gas yang kerapatan molekulnya cukup rendah dan
berada dalam kesetimbangan, fungsi distribusi untuk komponen kecepatan dalam arah-x berupa distribusi Maxwell-Boltzmann dengan nilai rata-ratanya antara nol sampai 3% nilai maksiumunya. Percobaan numerik ini juga mendapatkan hasil bahwa distribusi laju untuk kasus dua-dimensi adalah berupa distribusi Maxwell-Boltzmann. Dari 12 pengulangan percobaan, laju rata-rata dan laju akar-rata-rata-kuadratnya
adalah (8.6±0.3) dan (9.7±0.3) satuan kisi per satuan waktu. Kami memperkenalkan faktor β untuk mengubah satuan laju menjadi bersatuan meter per sekon. Oleh karena itu, temperatur mutlak (dalam satuan Kelvin) pada percobaan ini dinyatakan dalam massa sebuah molekul dan konstanta Boltzmann sebagai berikut: (m/k)(47.1 ± 3.2)β^2.
Kata kunci: Lattice-gas automata, Distribusi Maxwell-Boltzmann, Teori kinetik, Persamaan transport
Boltzmann
Vol. 12 No.3, Juli 2001
68
Lattice-Gas Automata for Numerical Experimental Verification of
Maxwell-Boltzmann Distribution
Siti Nurul Khotimah, Idam Arif, and The Houw Liong
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesa 10 Bandung 40132
e-mail: nurul@fi.itb.ac.id
Abstract
Lattice-gas automata model has been applied to simulate the distribution function of gas molecules. This study shows a transition of a single-component velocity distribution from its initial non-equilibrium to its final equilibrium. The distribution is independent of time when the system reaches its equilibrium. For a
sufficiently dilute gas in equilibrium, the distribution function of x-velocity component is a Maxwell-Boltzmann distribution with its average velocity component is between zero and 3% of its maximum value.
This numerical experiment also obtained that the speed distribution for two-dimensional problem is a Maxwell-Boltzmann distribution. From 12 trials, average and root mean square speeds are (8.6±0.3) and (9.7±0.3) lattice units per time step respectively. We introduce a factor β to converse the unit of speed to be in meter per second. Therefore, the absolute temperature (in Kelvin) of the experiment is expressed in the mass of one molecule and Boltzmann constant as (m/k)(47.1 ± 3.2)β^2.
Keywords: Lattice-gas automata, Maxwell-Boltzmann distribution, Kinetic theory, Boltzmann transport equation
Abstrak
Model lattice-gas automata telah digunakan untuk mensimulasi fungsi distribusi molekul-molekul gas.
Makalah ini memperlihatkan suatu transisi distribusi kecepatan untuk satu komponen tertentu dari keadaan awal yang tidak setimbang menuju keaadaan akhir yang setimbang. Ketika sistem mencapai kesetimbangan,fungsi distribusinya tidak bergantung pada waktu. Untuk gas yang kerapatan molekulnya cukup rendah dan
berada dalam kesetimbangan, fungsi distribusi untuk komponen kecepatan dalam arah-x berupa distribusi Maxwell-Boltzmann dengan nilai rata-ratanya antara nol sampai 3% nilai maksiumunya. Percobaan numerik ini juga mendapatkan hasil bahwa distribusi laju untuk kasus dua-dimensi adalah berupa distribusi Maxwell-Boltzmann. Dari 12 pengulangan percobaan, laju rata-rata dan laju akar-rata-rata-kuadratnya
adalah (8.6±0.3) dan (9.7±0.3) satuan kisi per satuan waktu. Kami memperkenalkan faktor β untuk mengubah satuan laju menjadi bersatuan meter per sekon. Oleh karena itu, temperatur mutlak (dalam satuan Kelvin) pada percobaan ini dinyatakan dalam massa sebuah molekul dan konstanta Boltzmann sebagai berikut: (m/k)(47.1 ± 3.2)β^2.
Kata kunci: Lattice-gas automata, Distribusi Maxwell-Boltzmann, Teori kinetik, Persamaan transport
Boltzmann
26 April 2010
LATTICE-GAS AUTOMATA FOR THE PROBLEM OF KINETIC THEORY OF GAS DURING FREE EXPANSION
International Journal of Modern Physics C (IJMPC)
Computational Physics and Physical Computation
Current Issue | 2010 | 2009 | 2008 | All Volumes (1990-2010)
Volume: 13, Issue: 8(2002) pp. 1033-1045 DOI: 10.1142/S0129183102003772
Abstract | Full Text (PDF, 1,800KB)
Title: LATTICE-GAS AUTOMATA FOR THE PROBLEM OF KINETIC THEORY OF GAS DURING FREE EXPANSION
Author(s):
SITI NURUL KHOTIMAH
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
IDAM ARIF
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
THE HOUW LIONG
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
History:
Received 27 September 2001
Revised 25 April 2002
Abstract:
The lattice-gas method has been applied to solve the problem of kinetic theory of gas in the Gay–Lussac–Joule experiment. Numerical experiments for a two-dimensional gas were carried out to determine the number of molecules in one vessel (Nr), the ratio between the mean square values of the components of molecule velocity , and the change in internal energy (ΔU) as a function of time during free expansion. These experiments were repeated for different sizes of an aperture in the partition between the two vessels.
After puncturing the partition, the curve for the particle number in one vessel shows a damped oscillation for about half of the total number. The oscillations do not vanish after a sampling over different initial configurations. The system is in nonequilibrium due to the pressure equilibration, and here the flow is actually compressible. The equilibration time (in time steps) decreases with decreased size of aperture in the partition. For very small apertures (equal or less than g.3^0.5/2 lattice units), the number of molecules in one vessel changes with time in a smooth way until it reaches half of the total number; their curves obey the analytical solution for quasi-static processes. The calculations on v_x^2/v_y^2 and ΔU also support the results that the equilibration time decreases with decreased size of aperture in the partition.
Keywords:
Lattice-gas automata; kinetic theory; Boltzmann transport equation; free expansion; Gay–Lussac–Joule experiment
Computational Physics and Physical Computation
Current Issue | 2010 | 2009 | 2008 | All Volumes (1990-2010)
Volume: 13, Issue: 8(2002) pp. 1033-1045 DOI: 10.1142/S0129183102003772
Abstract | Full Text (PDF, 1,800KB)
Title: LATTICE-GAS AUTOMATA FOR THE PROBLEM OF KINETIC THEORY OF GAS DURING FREE EXPANSION
Author(s):
SITI NURUL KHOTIMAH
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
IDAM ARIF
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
THE HOUW LIONG
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
History:
Received 27 September 2001
Revised 25 April 2002
Abstract:
The lattice-gas method has been applied to solve the problem of kinetic theory of gas in the Gay–Lussac–Joule experiment. Numerical experiments for a two-dimensional gas were carried out to determine the number of molecules in one vessel (Nr), the ratio between the mean square values of the components of molecule velocity , and the change in internal energy (ΔU) as a function of time during free expansion. These experiments were repeated for different sizes of an aperture in the partition between the two vessels.
After puncturing the partition, the curve for the particle number in one vessel shows a damped oscillation for about half of the total number. The oscillations do not vanish after a sampling over different initial configurations. The system is in nonequilibrium due to the pressure equilibration, and here the flow is actually compressible. The equilibration time (in time steps) decreases with decreased size of aperture in the partition. For very small apertures (equal or less than g.3^0.5/2 lattice units), the number of molecules in one vessel changes with time in a smooth way until it reaches half of the total number; their curves obey the analytical solution for quasi-static processes. The calculations on v_x^2/v_y^2 and ΔU also support the results that the equilibration time decreases with decreased size of aperture in the partition.
Keywords:
Lattice-gas automata; kinetic theory; Boltzmann transport equation; free expansion; Gay–Lussac–Joule experiment
16 April 2010
Drought Prediction in Indonesian Regions
Jurnal Matematika dan Sains, Vol 8, No 2 (2003)
Peranan Pengelompokan Samar dalam Prediksi Kekeringan di Indonesia Berkaitan dengan ENSO dan IOD
The Houw Liong, Bannu , P M Siregar
Abstract
In general drought in Indonesia can be predicted from intensities of El Nino that can be defined by using time series of sea surface anomaly on Pacific Ocean (SSTA 3.4). It can be shown that when El Nino with strong intensities occur then more than 65% regions in Indonesia the precipitations are below normal (drought in Indonesia). The correlation between strong El Nino intensities and percentages of regions in Indonesia with precipitations below normal are high, but when the intensities are weak the correlations are low. In this case other phenomena such as on Indian Ocean Dipole Mode (IOD) can contribute to drought in Indonesia. Clustering of climatic regions in Indonesia based on monthly rainfall pattern using fuzzy set, fuzzy relations or Kohonen’s neural network will help to clarify drought on these regions. It can be shown that climatic regions in Indonesia can be clustered based on monthly rainfall patterns that are strongly influence by Australian monsoon which is known as North Australia Indonesian Monsoon (NAIM) and Maritime Continent (MC) which has equatorial precipitation characteristic. The climatic clustering is based on the ground that ENSO and IOD are regional atmospheric dynamic so the clustering should be based on average monthly pattern or geopotential height. The east MC and NAIM will be influence strongly by ENSO and the western MC especially south Sumatra and west Java is influence also by IOD.
Full Text: PDF
Peranan Pengelompokan Samar dalam Prediksi Kekeringan di Indonesia Berkaitan dengan ENSO dan IOD
The Houw Liong, Bannu , P M Siregar
Abstract
In general drought in Indonesia can be predicted from intensities of El Nino that can be defined by using time series of sea surface anomaly on Pacific Ocean (SSTA 3.4). It can be shown that when El Nino with strong intensities occur then more than 65% regions in Indonesia the precipitations are below normal (drought in Indonesia). The correlation between strong El Nino intensities and percentages of regions in Indonesia with precipitations below normal are high, but when the intensities are weak the correlations are low. In this case other phenomena such as on Indian Ocean Dipole Mode (IOD) can contribute to drought in Indonesia. Clustering of climatic regions in Indonesia based on monthly rainfall pattern using fuzzy set, fuzzy relations or Kohonen’s neural network will help to clarify drought on these regions. It can be shown that climatic regions in Indonesia can be clustered based on monthly rainfall patterns that are strongly influence by Australian monsoon which is known as North Australia Indonesian Monsoon (NAIM) and Maritime Continent (MC) which has equatorial precipitation characteristic. The climatic clustering is based on the ground that ENSO and IOD are regional atmospheric dynamic so the clustering should be based on average monthly pattern or geopotential height. The east MC and NAIM will be influence strongly by ENSO and the western MC especially south Sumatra and west Java is influence also by IOD.
Full Text: PDF
Metoda Web Komputasi Untuk Perhitungan Intensitas Bencana Kekeringan di Wilayah Indonesia
Indonesian Journal of Physics, Vol 13, No 2 (2002)
Metoda Web Komputasi Untuk Perhitungan Intensitas Bencana Kekeringan di Wilayah Indonesia
Plato Martuani Siregar, Bayong Tjasyono HK, The Houw Liong
Abstract
Komputasi meteorologi dituntut menggunakan sistem jaringan database untuk kepentingan analisa sinoptik,komputasi menggunakan komputer tunggal diperluas ke jaringan mengingat perlu informasi untuk pemrosesan data yang simultan,cepat,dan akurat untuk memprakirakan kondisi cuaca. Komputasi melalui jaringan internet diapplikasikan dalam bahasa CGI dan manajemen database oleh MySQL. Semua persamaan dinamika atmosfer dimplimentasikan dengan CGI (pemograman php atau perl)
Perhitungan intensitas kekeringan menggunakan faktor hujan atau indeks kekeringan dibentuk oleh elemen iklim misalnya curah hujan dan suhu. Batas kering adalah 5.0,jika curah hujan (mm) dan suhu (Kelvin). Setiap kejadian El Niño,daerah wilayah Indonesia bagian timur dan selatan menjadi lebih kering dibanding tahun non-El Niño. El Niño menyebabkan kekeringan dibeberapa daerah Indonesia,tetapi kekeringan tidak selalu akibat peristiwa El Niño, ada faktor lain yang menyebabkanya misalnya monsun timur.
Full Text: PDF
Metoda Web Komputasi Untuk Perhitungan Intensitas Bencana Kekeringan di Wilayah Indonesia
Plato Martuani Siregar, Bayong Tjasyono HK, The Houw Liong
Abstract
Komputasi meteorologi dituntut menggunakan sistem jaringan database untuk kepentingan analisa sinoptik,komputasi menggunakan komputer tunggal diperluas ke jaringan mengingat perlu informasi untuk pemrosesan data yang simultan,cepat,dan akurat untuk memprakirakan kondisi cuaca. Komputasi melalui jaringan internet diapplikasikan dalam bahasa CGI dan manajemen database oleh MySQL. Semua persamaan dinamika atmosfer dimplimentasikan dengan CGI (pemograman php atau perl)
Perhitungan intensitas kekeringan menggunakan faktor hujan atau indeks kekeringan dibentuk oleh elemen iklim misalnya curah hujan dan suhu. Batas kering adalah 5.0,jika curah hujan (mm) dan suhu (Kelvin). Setiap kejadian El Niño,daerah wilayah Indonesia bagian timur dan selatan menjadi lebih kering dibanding tahun non-El Niño. El Niño menyebabkan kekeringan dibeberapa daerah Indonesia,tetapi kekeringan tidak selalu akibat peristiwa El Niño, ada faktor lain yang menyebabkanya misalnya monsun timur.
Full Text: PDF
Perkiraan Wujud Komputer Cerdas Masa Depan Melalui Penerapan Kecerdasan Buatan
Indonesian Journal of Physics, Vol 13, No 2 (2002)
Perkiraan Wujud Komputer Cerdas Masa Depan Melalui Penerapan Kecerdasan Buatan
The Houw Liong
Abstract
Perkembangan kecerdasan buatan atau inteligensi artifisial (IA) memberi arah bahwa supaya komputer masa depan yamg dijalankan dengan program IA mampu menirukan kemampuan otak manusia seperti menalar, mengenali pola, melakukan generalisasi, swatata (selforganized), memori asosiatf ,dll. Untuk mencapai tujuan itu ilmuwan meneliti cara kerja otak dan arsitektur otak manusia.
Berdasarkan hasil penelitian itu dibangun model matematik neuron serta susunan neuron (arsitekturnya) yang dapat melakukan fungsi pengenalan pola, generalisasi, memori asosiatif, swatata, dll. Fungsi otak itu dapat disimulasikan dan dikenal sebagai Jaringan Neural Artifisial (JNA) atau Jaringan Sel Saraf Tiruan (JST).
Selain itu dapat juga dibangun perangkat keras yang disebut neural chip yang menirukan fungsi neuron dan dapat disusun menjadi neural card yang dapat dipasang dalam komputer sehingga berlaku sebagai ko-prosesor untuk menangani masalah IA.
Proses penalaran dapat ditiru dengan membangun motor inferensi (search engine) serta basis kaidah atau kaidah samar yang dapat mencari solusi suatu permasalahan melalui penerapan kaidah dan proses pencarian solusi. Perkembangan selanjutnya menyatakan bahwa kaidah dapat dipetakan ke jaringan neural.
Perkembangan itu memungkinkan terbentuknya komputer yang berlandaskan jaringan neural. Untuk dapat menirukan otak manusia diperkirakan diperlukan jumlah neuron yang sangat banyak yaitu sekitar 10^11 dan jumlah sinapsis sekitar 10^15 sehingga teknologi mikroprosesor yang sekarang belum mampu melaksanakannya, diperkirakan kita harus beralih ke teknologi fotonik dan komputer optik untuk melaksanakannya.
Perkembangan lain yang menarik perhatian ilmuwan ialah berkembangnya komputer kuantum yang diperkirakan mempunyai kemampuan lebih besar dalam mensimulasikan proses alam dan dalam komputer kuantum. Logika samar yang biasa dipakai oleh manusia dapat diproses secara alamiah karena qubit (quantum bit) dapat disuperposisikan untuk merepresentasikan keadaan samar atau pernyataan samar.
Full Text: PDF
Perkiraan Wujud Komputer Cerdas Masa Depan Melalui Penerapan Kecerdasan Buatan
The Houw Liong
Abstract
Perkembangan kecerdasan buatan atau inteligensi artifisial (IA) memberi arah bahwa supaya komputer masa depan yamg dijalankan dengan program IA mampu menirukan kemampuan otak manusia seperti menalar, mengenali pola, melakukan generalisasi, swatata (selforganized), memori asosiatf ,dll. Untuk mencapai tujuan itu ilmuwan meneliti cara kerja otak dan arsitektur otak manusia.
Berdasarkan hasil penelitian itu dibangun model matematik neuron serta susunan neuron (arsitekturnya) yang dapat melakukan fungsi pengenalan pola, generalisasi, memori asosiatif, swatata, dll. Fungsi otak itu dapat disimulasikan dan dikenal sebagai Jaringan Neural Artifisial (JNA) atau Jaringan Sel Saraf Tiruan (JST).
Selain itu dapat juga dibangun perangkat keras yang disebut neural chip yang menirukan fungsi neuron dan dapat disusun menjadi neural card yang dapat dipasang dalam komputer sehingga berlaku sebagai ko-prosesor untuk menangani masalah IA.
Proses penalaran dapat ditiru dengan membangun motor inferensi (search engine) serta basis kaidah atau kaidah samar yang dapat mencari solusi suatu permasalahan melalui penerapan kaidah dan proses pencarian solusi. Perkembangan selanjutnya menyatakan bahwa kaidah dapat dipetakan ke jaringan neural.
Perkembangan itu memungkinkan terbentuknya komputer yang berlandaskan jaringan neural. Untuk dapat menirukan otak manusia diperkirakan diperlukan jumlah neuron yang sangat banyak yaitu sekitar 10^11 dan jumlah sinapsis sekitar 10^15 sehingga teknologi mikroprosesor yang sekarang belum mampu melaksanakannya, diperkirakan kita harus beralih ke teknologi fotonik dan komputer optik untuk melaksanakannya.
Perkembangan lain yang menarik perhatian ilmuwan ialah berkembangnya komputer kuantum yang diperkirakan mempunyai kemampuan lebih besar dalam mensimulasikan proses alam dan dalam komputer kuantum. Logika samar yang biasa dipakai oleh manusia dapat diproses secara alamiah karena qubit (quantum bit) dapat disuperposisikan untuk merepresentasikan keadaan samar atau pernyataan samar.
Full Text: PDF
15 April 2010
Simplifying fuzzy rule base of multiple input multiple output systems by constructing multi-layer fuzzy controller
Rohmanuddin, M. , Houw-Liong The , Ahmad, A.S. Nazaruddin, Y.Y.
Institute Technology Bandung
This paper appears in: Systems, Man, and Cybernetics, 2000 IEEE International Conference
Publication Date: 2000
Volume: 5
On page(s): 3728 - 3733 vol.5
Location: Nashville, TN
ISSN: 1062-922X
Print ISBN: 0-7803-6583-6
INSPEC Accession Number: 6778241
Digital Object Identifier: 10.1109/ICSMC.2000.886590
Date of Current Version: 06 August 2002
Abstract
In conventional rule based fuzzy control systems, the rules have the form of “IF THEN .” The number of rules increases exponentially as the number of system variables, upon which the fuzzy rules are based, is increased. Some papers have showed that, by structuring the rules in a hierarchical way, the total numbers of rules was a linear function of the system variables. In this paper, it was shown that the number of rules could still be reduced to minimum numbers by employing the same fuzzy rule set at every level
Index Terms
* INSPEC
o
Controlled Indexing
MIMO systems , MIMO systems , fuzzy control , fuzzy logic
o
Non Controlled Indexing
fuzzy rule base , fuzzy rule base , fuzzy rule set , linear function , multi-layer fuzzy controller , multiple input multiple output systems
Institute Technology Bandung
This paper appears in: Systems, Man, and Cybernetics, 2000 IEEE International Conference
Publication Date: 2000
Volume: 5
On page(s): 3728 - 3733 vol.5
Location: Nashville, TN
ISSN: 1062-922X
Print ISBN: 0-7803-6583-6
INSPEC Accession Number: 6778241
Digital Object Identifier: 10.1109/ICSMC.2000.886590
Date of Current Version: 06 August 2002
Abstract
In conventional rule based fuzzy control systems, the rules have the form of “IF
Index Terms
* INSPEC
o
Controlled Indexing
MIMO systems , MIMO systems , fuzzy control , fuzzy logic
o
Non Controlled Indexing
fuzzy rule base , fuzzy rule base , fuzzy rule set , linear function , multi-layer fuzzy controller , multiple input multiple output systems
08 April 2010
Intelligent Tutorial System Based on Fuzzy Genetic
INTEGRAL, Vol. 10 No. 2, Juli 2005
SISTEM TUTORIAL CERDAS
BERBASIS FUZZY GENETIK
Mewati Ayub1 ,The Houw Liong2,
Inggriani Liem3 , Achmad Hinduan4
1Jurusan Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia,
Bandung 40116
e-mail : mewatia@yahoo.com
2Departemen Fisika - FMIPA, Institut Teknologi Bandung
3Departemen Teknik Informatika - FTI, Institut Teknologi Bandung
4FPMIPA/PPs Universitas Pendidikan Indonesia
Intisari
Kinerja sistem kendali fuzzy bergantung pada fungsi keanggotaan dan
aturan-aturan kendali fuzzy yang digunakan. Pengaturan parameter sistem
untuk memperoleh hasil yang optimal sangat diperlukan. Dalam penelitian
ini, algoritma genetik akan digunakan untuk mengatur (tuning) parameter
fungsi keanggotaan variabel input dalam sistem kendali fuzzy. Tujuannya
adalah untuk memperoleh parameter fungsi keanggotaan sistem fuzzy
sehingga sistem kendali fuzzy dapat memberikan hasil yang optimal. Adapun
sistem kendali fuzzy yang akan diatur kembali parameternya adalah sistem
yang menjadi bagian dari sebuah sistem tutorial cerdas, yang telah
dikembangkan dalam penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan
algoritma genetik dapat melakukan tuning terhadap parameter sistem
kendali fuzzy sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.
Kata kunci: algoritma genetik, sistem kendali fuzzy
Abstract
Fuzzy controlled system performance depends on its membership functions and fuzzy rules. Therefore, system parameter adjustment is required to obtain optimal results. In this research, genetic algorithm is used for tuning membership function parameters of input variable in a fuzzy controlled system that has been used in previous research as a part of an intelligent tutoring system. The goal of our research is to determine membership function parameters in order to obtain optimal results. Experiment shows that genetic algorithm is be able to perform membership functions parameter tuning to give better performance.
Key words: genetic algorithm, fuzzy control system
Diterima : 19 April 2005
Disetujui untuk dipublikasikan : 18 Mei 2005
SISTEM TUTORIAL CERDAS
BERBASIS FUZZY GENETIK
Mewati Ayub1 ,The Houw Liong2,
Inggriani Liem3 , Achmad Hinduan4
1Jurusan Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia,
Bandung 40116
e-mail : mewatia@yahoo.com
2Departemen Fisika - FMIPA, Institut Teknologi Bandung
3Departemen Teknik Informatika - FTI, Institut Teknologi Bandung
4FPMIPA/PPs Universitas Pendidikan Indonesia
Intisari
Kinerja sistem kendali fuzzy bergantung pada fungsi keanggotaan dan
aturan-aturan kendali fuzzy yang digunakan. Pengaturan parameter sistem
untuk memperoleh hasil yang optimal sangat diperlukan. Dalam penelitian
ini, algoritma genetik akan digunakan untuk mengatur (tuning) parameter
fungsi keanggotaan variabel input dalam sistem kendali fuzzy. Tujuannya
adalah untuk memperoleh parameter fungsi keanggotaan sistem fuzzy
sehingga sistem kendali fuzzy dapat memberikan hasil yang optimal. Adapun
sistem kendali fuzzy yang akan diatur kembali parameternya adalah sistem
yang menjadi bagian dari sebuah sistem tutorial cerdas, yang telah
dikembangkan dalam penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan
algoritma genetik dapat melakukan tuning terhadap parameter sistem
kendali fuzzy sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.
Kata kunci: algoritma genetik, sistem kendali fuzzy
Abstract
Fuzzy controlled system performance depends on its membership functions and fuzzy rules. Therefore, system parameter adjustment is required to obtain optimal results. In this research, genetic algorithm is used for tuning membership function parameters of input variable in a fuzzy controlled system that has been used in previous research as a part of an intelligent tutoring system. The goal of our research is to determine membership function parameters in order to obtain optimal results. Experiment shows that genetic algorithm is be able to perform membership functions parameter tuning to give better performance.
Key words: genetic algorithm, fuzzy control system
Diterima : 19 April 2005
Disetujui untuk dipublikasikan : 18 Mei 2005
31 March 2010
Computation and Simulation
Kontribusi Fisika Indonesia
Vol. 13 No.2, April 2002
108
Pengembangan Metode Komputasi dan Simulasi
Siti Nurul Khotimah dan The Houw Liong
Departemen Fisika, ITB
Jl. Ganesa 10 Bandung, 40132
E-mail : nurul@fi.itb.ac.id
Abstrak
Pada umumnya hukum alam, seperti hukum Newton, persamaan Maxwell, persamaan Schrodinger, dapat dirumuskan
menjadi persamaan diferensial. Persamaan ini dapat diubah menjadi persamaan diferensi (beda hingga) sehingga dapat
dipecahkan secara numerik. Hukum alam dapat juga dirumuskan dalam bentuk least action atau prinsip Hamilton dan
diselesaikan dengan metode elemen hingga. Namun tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan metode ini.
Ilmuwan mengembangkan metode komputasi baru berdasarkan konsep selular automata. Setiap automata yang berada
dalam suatu keadaan akan berlaku sebagai prosesor yang menerima masukan, memproses masukan itu, menentukan
keadaan automata berikutnya serta keluarannya. Ternyata dengan menggabungkannya dengan mekanika statistik, metoda
ini dapat mensimulasikan gempa, proses aliran fluida, proses erosi dan sedimentasi, dan lain lain.
Jika diteliti dengan cermat neuron merupakan automata, sehingga kemampuan komputasi dalam Jaringan Neural Artifisial
dapat dimasukkan juga sebagai metoda selular automata. Ini berarti proses menalar, mengenali pola, memori asosiatif,
generalisasi, dan swatata dapat disimulasikan dengan metoda selular automata. Demikian juga metoda komputasi yang
berkembang berdasarkan logika samar serta gabungannya dengan jaringan neural yang dikenal sebagai metoda Neuro-
Fuzzy dapat dipandang sebagai metoda selular automata.
Kata kunci: Jaringan Neural artificial, logika samar, selular automata.
Abstract
In general natural laws, such as Newton's laws, Maxwell's equations, and Schrodinger equation, can be formulated into
differential equations. These equations can be modified to be finite difference equation so that they can be solved
numerically. Natural laws can also be formulated in the form of least action or Hamiltonian principal then they are solved
using finite element method. However, these methods can not be used to solve all of the problems.
Scientists developed new computation methods based on the concepts of cellular automata. Each automaton in its internal
state will behave as a processor that receives inputs, processes the inputs, determines the next internal state and its outputs.
By applying statistical mechanics into cellular automata, this method can simulate earthquake, the process of fluid flows,
the process of erosion and sedimentation, and the others.
If we look in detail, a nerve cell is an automaton. Therefore the computation method based on artificial neural network can
also included as cellular automata method. This means reasoning process, identifying pattern, associative memory,
generalisation, and self organising can be simulated using cellular automata method. The computation method based on
fuzzy logic also its combination with neural network that is called as Neuro-Fuzzy method can also be viewed as cellular
automata method.
Keywords: artificial neural network, fuzzy logic, cellular automata
Vol. 13 No.2, April 2002
108
Pengembangan Metode Komputasi dan Simulasi
Siti Nurul Khotimah dan The Houw Liong
Departemen Fisika, ITB
Jl. Ganesa 10 Bandung, 40132
E-mail : nurul@fi.itb.ac.id
Abstrak
Pada umumnya hukum alam, seperti hukum Newton, persamaan Maxwell, persamaan Schrodinger, dapat dirumuskan
menjadi persamaan diferensial. Persamaan ini dapat diubah menjadi persamaan diferensi (beda hingga) sehingga dapat
dipecahkan secara numerik. Hukum alam dapat juga dirumuskan dalam bentuk least action atau prinsip Hamilton dan
diselesaikan dengan metode elemen hingga. Namun tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan metode ini.
Ilmuwan mengembangkan metode komputasi baru berdasarkan konsep selular automata. Setiap automata yang berada
dalam suatu keadaan akan berlaku sebagai prosesor yang menerima masukan, memproses masukan itu, menentukan
keadaan automata berikutnya serta keluarannya. Ternyata dengan menggabungkannya dengan mekanika statistik, metoda
ini dapat mensimulasikan gempa, proses aliran fluida, proses erosi dan sedimentasi, dan lain lain.
Jika diteliti dengan cermat neuron merupakan automata, sehingga kemampuan komputasi dalam Jaringan Neural Artifisial
dapat dimasukkan juga sebagai metoda selular automata. Ini berarti proses menalar, mengenali pola, memori asosiatif,
generalisasi, dan swatata dapat disimulasikan dengan metoda selular automata. Demikian juga metoda komputasi yang
berkembang berdasarkan logika samar serta gabungannya dengan jaringan neural yang dikenal sebagai metoda Neuro-
Fuzzy dapat dipandang sebagai metoda selular automata.
Kata kunci: Jaringan Neural artificial, logika samar, selular automata.
Abstract
In general natural laws, such as Newton's laws, Maxwell's equations, and Schrodinger equation, can be formulated into
differential equations. These equations can be modified to be finite difference equation so that they can be solved
numerically. Natural laws can also be formulated in the form of least action or Hamiltonian principal then they are solved
using finite element method. However, these methods can not be used to solve all of the problems.
Scientists developed new computation methods based on the concepts of cellular automata. Each automaton in its internal
state will behave as a processor that receives inputs, processes the inputs, determines the next internal state and its outputs.
By applying statistical mechanics into cellular automata, this method can simulate earthquake, the process of fluid flows,
the process of erosion and sedimentation, and the others.
If we look in detail, a nerve cell is an automaton. Therefore the computation method based on artificial neural network can
also included as cellular automata method. This means reasoning process, identifying pattern, associative memory,
generalisation, and self organising can be simulated using cellular automata method. The computation method based on
fuzzy logic also its combination with neural network that is called as Neuro-Fuzzy method can also be viewed as cellular
automata method.
Keywords: artificial neural network, fuzzy logic, cellular automata
Subscribe to:
Posts (Atom)