30 April 2010

Lattice-Gas Automata for Numerical Experimental Verification of Maxwell-Boltzmann Distribution

Kontribusi Fisika Indonesia
Vol. 12 No.3, Juli 2001
68
Lattice-Gas Automata for Numerical Experimental Verification of
Maxwell-Boltzmann Distribution
Siti Nurul Khotimah, Idam Arif, and The Houw Liong
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesa 10 Bandung 40132
e-mail: nurul@fi.itb.ac.id

Abstract
Lattice-gas automata model has been applied to simulate the distribution function of gas molecules. This study shows a transition of a single-component velocity distribution from its initial non-equilibrium to its final equilibrium. The distribution is independent of time when the system reaches its equilibrium. For a
sufficiently dilute gas in equilibrium, the distribution function of x-velocity component is a Maxwell-Boltzmann distribution with its average velocity component is between zero and 3% of its maximum value.
This numerical experiment also obtained that the speed distribution for two-dimensional problem is a Maxwell-Boltzmann distribution. From 12 trials, average and root mean square speeds are (8.6±0.3) and (9.7±0.3) lattice units per time step respectively. We introduce a factor β to converse the unit of speed to be in meter per second. Therefore, the absolute temperature (in Kelvin) of the experiment is expressed in the mass of one molecule and Boltzmann constant as (m/k)(47.1 ± 3.2)β^2.

Keywords: Lattice-gas automata, Maxwell-Boltzmann distribution, Kinetic theory, Boltzmann transport equation

Abstrak
Model lattice-gas automata telah digunakan untuk mensimulasi fungsi distribusi molekul-molekul gas.
Makalah ini memperlihatkan suatu transisi distribusi kecepatan untuk satu komponen tertentu dari keadaan awal yang tidak setimbang menuju keaadaan akhir yang setimbang. Ketika sistem mencapai kesetimbangan,fungsi distribusinya tidak bergantung pada waktu. Untuk gas yang kerapatan molekulnya cukup rendah dan
berada dalam kesetimbangan, fungsi distribusi untuk komponen kecepatan dalam arah-x berupa distribusi Maxwell-Boltzmann dengan nilai rata-ratanya antara nol sampai 3% nilai maksiumunya. Percobaan numerik ini juga mendapatkan hasil bahwa distribusi laju untuk kasus dua-dimensi adalah berupa distribusi Maxwell-Boltzmann. Dari 12 pengulangan percobaan, laju rata-rata dan laju akar-rata-rata-kuadratnya
adalah (8.6±0.3) dan (9.7±0.3) satuan kisi per satuan waktu. Kami memperkenalkan faktor β untuk mengubah satuan laju menjadi bersatuan meter per sekon. Oleh karena itu, temperatur mutlak (dalam satuan Kelvin) pada percobaan ini dinyatakan dalam massa sebuah molekul dan konstanta Boltzmann sebagai berikut: (m/k)(47.1 ± 3.2)β^2.

Kata kunci: Lattice-gas automata, Distribusi Maxwell-Boltzmann, Teori kinetik, Persamaan transport
Boltzmann

26 April 2010

LATTICE-GAS AUTOMATA FOR THE PROBLEM OF KINETIC THEORY OF GAS DURING FREE EXPANSION

International Journal of Modern Physics C (IJMPC)

Computational Physics and Physical Computation

Current Issue | 2010 | 2009 | 2008 | All Volumes (1990-2010)
Volume: 13, Issue: 8(2002) pp. 1033-1045 DOI: 10.1142/S0129183102003772
Abstract | Full Text (PDF, 1,800KB)

Title: LATTICE-GAS AUTOMATA FOR THE PROBLEM OF KINETIC THEORY OF GAS DURING FREE EXPANSION
Author(s):
SITI NURUL KHOTIMAH
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
IDAM ARIF
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
THE HOUW LIONG
Department of Physics, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia
History:
Received 27 September 2001
Revised 25 April 2002

Abstract:
The lattice-gas method has been applied to solve the problem of kinetic theory of gas in the Gay–Lussac–Joule experiment. Numerical experiments for a two-dimensional gas were carried out to determine the number of molecules in one vessel (Nr), the ratio between the mean square values of the components of molecule velocity , and the change in internal energy (ΔU) as a function of time during free expansion. These experiments were repeated for different sizes of an aperture in the partition between the two vessels.
After puncturing the partition, the curve for the particle number in one vessel shows a damped oscillation for about half of the total number. The oscillations do not vanish after a sampling over different initial configurations. The system is in nonequilibrium due to the pressure equilibration, and here the flow is actually compressible. The equilibration time (in time steps) decreases with decreased size of aperture in the partition. For very small apertures (equal or less than g.3^0.5/2 lattice units), the number of molecules in one vessel changes with time in a smooth way until it reaches half of the total number; their curves obey the analytical solution for quasi-static processes. The calculations on v_x^2/v_y^2 and ΔU also support the results that the equilibration time decreases with decreased size of aperture in the partition.
Keywords:
Lattice-gas automata; kinetic theory; Boltzmann transport equation; free expansion; Gay–Lussac–Joule experiment

16 April 2010

Drought Prediction in Indonesian Regions

Jurnal Matematika dan Sains, Vol 8, No 2 (2003)


Peranan Pengelompokan Samar dalam Prediksi Kekeringan di Indonesia Berkaitan dengan ENSO dan IOD
The Houw Liong, Bannu , P M Siregar

Abstract

In general drought in Indonesia can be predicted from intensities of El Nino that can be defined by using time series of sea surface anomaly on Pacific Ocean (SSTA 3.4). It can be shown that when El Nino with strong intensities occur then more than 65% regions in Indonesia the precipitations are below normal (drought in Indonesia). The correlation between strong El Nino intensities and percentages of regions in Indonesia with precipitations below normal are high, but when the intensities are weak the correlations are low. In this case other phenomena such as on Indian Ocean Dipole Mode (IOD) can contribute to drought in Indonesia. Clustering of climatic regions in Indonesia based on monthly rainfall pattern using fuzzy set, fuzzy relations or Kohonen’s neural network will help to clarify drought on these regions. It can be shown that climatic regions in Indonesia can be clustered based on monthly rainfall patterns that are strongly influence by Australian monsoon which is known as North Australia Indonesian Monsoon (NAIM) and Maritime Continent (MC) which has equatorial precipitation characteristic. The climatic clustering is based on the ground that ENSO and IOD are regional atmospheric dynamic so the clustering should be based on average monthly pattern or geopotential height. The east MC and NAIM will be influence strongly by ENSO and the western MC especially south Sumatra and west Java is influence also by IOD.

Full Text: PDF

Metoda Web Komputasi Untuk Perhitungan Intensitas Bencana Kekeringan di Wilayah Indonesia

Indonesian Journal of Physics, Vol 13, No 2 (2002)


Metoda Web Komputasi Untuk Perhitungan Intensitas Bencana Kekeringan di Wilayah Indonesia
Plato Martuani Siregar, Bayong Tjasyono HK, The Houw Liong

Abstract

Komputasi meteorologi dituntut menggunakan sistem jaringan database untuk kepentingan analisa sinoptik,komputasi menggunakan komputer tunggal diperluas ke jaringan mengingat perlu informasi untuk pemrosesan data yang simultan,cepat,dan akurat untuk memprakirakan kondisi cuaca. Komputasi melalui jaringan internet diapplikasikan dalam bahasa CGI dan manajemen database oleh MySQL. Semua persamaan dinamika atmosfer dimplimentasikan dengan CGI (pemograman php atau perl)

Perhitungan intensitas kekeringan menggunakan faktor hujan atau indeks kekeringan dibentuk oleh elemen iklim misalnya curah hujan dan suhu. Batas kering adalah 5.0,jika curah hujan (mm) dan suhu (Kelvin). Setiap kejadian El Niño,daerah wilayah Indonesia bagian timur dan selatan menjadi lebih kering dibanding tahun non-El Niño. El Niño menyebabkan kekeringan dibeberapa daerah Indonesia,tetapi kekeringan tidak selalu akibat peristiwa El Niño, ada faktor lain yang menyebabkanya misalnya monsun timur.

Full Text: PDF

Perkiraan Wujud Komputer Cerdas Masa Depan Melalui Penerapan Kecerdasan Buatan

Indonesian Journal of Physics, Vol 13, No 2 (2002)


Perkiraan Wujud Komputer Cerdas Masa Depan Melalui Penerapan Kecerdasan Buatan
The Houw Liong

Abstract

Perkembangan kecerdasan buatan atau inteligensi artifisial (IA) memberi arah bahwa supaya komputer masa depan yamg dijalankan dengan program IA mampu menirukan kemampuan otak manusia seperti menalar, mengenali pola, melakukan generalisasi, swatata (selforganized), memori asosiatf ,dll. Untuk mencapai tujuan itu ilmuwan meneliti cara kerja otak dan arsitektur otak manusia.

Berdasarkan hasil penelitian itu dibangun model matematik neuron serta susunan neuron (arsitekturnya) yang dapat melakukan fungsi pengenalan pola, generalisasi, memori asosiatif, swatata, dll. Fungsi otak itu dapat disimulasikan dan dikenal sebagai Jaringan Neural Artifisial (JNA) atau Jaringan Sel Saraf Tiruan (JST).

Selain itu dapat juga dibangun perangkat keras yang disebut neural chip yang menirukan fungsi neuron dan dapat disusun menjadi neural card yang dapat dipasang dalam komputer sehingga berlaku sebagai ko-prosesor untuk menangani masalah IA.

Proses penalaran dapat ditiru dengan membangun motor inferensi (search engine) serta basis kaidah atau kaidah samar yang dapat mencari solusi suatu permasalahan melalui penerapan kaidah dan proses pencarian solusi. Perkembangan selanjutnya menyatakan bahwa kaidah dapat dipetakan ke jaringan neural.

Perkembangan itu memungkinkan terbentuknya komputer yang berlandaskan jaringan neural. Untuk dapat menirukan otak manusia diperkirakan diperlukan jumlah neuron yang sangat banyak yaitu sekitar 10^11 dan jumlah sinapsis sekitar 10^15 sehingga teknologi mikroprosesor yang sekarang belum mampu melaksanakannya, diperkirakan kita harus beralih ke teknologi fotonik dan komputer optik untuk melaksanakannya.

Perkembangan lain yang menarik perhatian ilmuwan ialah berkembangnya komputer kuantum yang diperkirakan mempunyai kemampuan lebih besar dalam mensimulasikan proses alam dan dalam komputer kuantum. Logika samar yang biasa dipakai oleh manusia dapat diproses secara alamiah karena qubit (quantum bit) dapat disuperposisikan untuk merepresentasikan keadaan samar atau pernyataan samar.

Full Text: PDF

15 April 2010

Simplifying fuzzy rule base of multiple input multiple output systems by constructing multi-layer fuzzy controller

Rohmanuddin, M. , Houw-Liong The , Ahmad, A.S. Nazaruddin, Y.Y.
Institute Technology Bandung

This paper appears in: Systems, Man, and Cybernetics, 2000 IEEE International Conference
Publication Date: 2000
Volume: 5
On page(s): 3728 - 3733 vol.5
Location: Nashville, TN
ISSN: 1062-922X
Print ISBN: 0-7803-6583-6
INSPEC Accession Number: 6778241
Digital Object Identifier: 10.1109/ICSMC.2000.886590
Date of Current Version: 06 August 2002
Abstract

In conventional rule based fuzzy control systems, the rules have the form of “IF THEN .” The number of rules increases exponentially as the number of system variables, upon which the fuzzy rules are based, is increased. Some papers have showed that, by structuring the rules in a hierarchical way, the total numbers of rules was a linear function of the system variables. In this paper, it was shown that the number of rules could still be reduced to minimum numbers by employing the same fuzzy rule set at every level


Index Terms
* INSPEC
o
Controlled Indexing
MIMO systems , MIMO systems , fuzzy control , fuzzy logic
o
Non Controlled Indexing
fuzzy rule base , fuzzy rule base , fuzzy rule set , linear function , multi-layer fuzzy controller , multiple input multiple output systems

08 April 2010

Intelligent Tutorial System Based on Fuzzy Genetic

INTEGRAL, Vol. 10 No. 2, Juli 2005

SISTEM TUTORIAL CERDAS
BERBASIS FUZZY GENETIK
Mewati Ayub1 ,The Houw Liong2,
Inggriani Liem3 , Achmad Hinduan4
1Jurusan Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia,
Bandung 40116
e-mail : mewatia@yahoo.com
2Departemen Fisika - FMIPA, Institut Teknologi Bandung
3Departemen Teknik Informatika - FTI, Institut Teknologi Bandung
4FPMIPA/PPs Universitas Pendidikan Indonesia
Intisari
Kinerja sistem kendali fuzzy bergantung pada fungsi keanggotaan dan
aturan-aturan kendali fuzzy yang digunakan. Pengaturan parameter sistem
untuk memperoleh hasil yang optimal sangat diperlukan. Dalam penelitian
ini, algoritma genetik akan digunakan untuk mengatur (tuning) parameter
fungsi keanggotaan variabel input dalam sistem kendali fuzzy. Tujuannya
adalah untuk memperoleh parameter fungsi keanggotaan sistem fuzzy
sehingga sistem kendali fuzzy dapat memberikan hasil yang optimal. Adapun
sistem kendali fuzzy yang akan diatur kembali parameternya adalah sistem
yang menjadi bagian dari sebuah sistem tutorial cerdas, yang telah
dikembangkan dalam penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan
algoritma genetik dapat melakukan tuning terhadap parameter sistem
kendali fuzzy sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.

Kata kunci: algoritma genetik, sistem kendali fuzzy


Abstract
Fuzzy controlled system performance depends on its membership functions and fuzzy rules. Therefore, system parameter adjustment is required to obtain optimal results. In this research, genetic algorithm is used for tuning membership function parameters of input variable in a fuzzy controlled system that has been used in previous research as a part of an intelligent tutoring system. The goal of our research is to determine membership function parameters in order to obtain optimal results. Experiment shows that genetic algorithm is be able to perform membership functions parameter tuning to give better performance.

Key words: genetic algorithm, fuzzy control system
Diterima : 19 April 2005
Disetujui untuk dipublikasikan : 18 Mei 2005